Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia menilai kehadiran banyak raksasa teknologi, seperti Google, Microsoft, Alibaba, AWS, dan Tencent untuk membangun pusat data di Indonesia akan memberikan keuntungan bagi konsumen dan operator telekomunikasi.
Ketua Bidang Aplikasi Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) M. Tesar Sandikapura mengatakan sudah selayaknya pemain asing membangun pusat data mereka di regional pengguna untuk menghindari turunnya performa dari akses data.
“Seperti kabel optik Singapura yang putus, itu membuat gangguan pada akses data di Indonesia. Jadi, mereka bangun di sini bisa meminimalisir gangguan akses data bila terjadi backbone putus, bandwidth kurang, dan lainnya. Apalagi pengguna internet di Indonesia besar sekali,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (19/4/2021).
Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk Digital 2021, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa.
Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu. Sebaliknya, total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.
Menurut Tesar, keuntungan akses data yang lebih cepat akan memberikan efisiensi dan membuat harga paket data lebih murah.
“Ketika OTT [over the top] asing taruh pusat datanya di lokal, akses data lebih cepat dan harga bandwidth bisa turun 20–50 persen. Asumsi Telkom membeli bandwidth Rp1 miliar per tahun. Bisa turun drastis itu, ketika pusat data banyak berada di Indonesia,” katanya.
Namun, dia melanjutkan tetap ada pihak yang dirugikan ketika pemain global marak membangun pusat data mereka di Tanah Air yakni para pemain lokal.
“Mereka [pemain lokal] yang bisa mati bila mereka tidak bisa memberi layanan yang lebih baik dan harga bersaing dibandingkan pemain asing. Perang dengan raksasa langsung itu yang harus disiapkan. Nah, di sini pemerintah melalui regulasi itu penting agar pemain ada nafas, pemerintah harus melihat jernih. Jangan sampai pasar dibuat bebas, tetapi harus berpihak untuk pertumbuhan pemain lokal,” ujarnya.
Firma riset dan konsultasi independen, Structure Research memproyeksikan pasar pangkalan data akan terus bertumbuh dengan CAGR sebesar 22,3 persen pada 5 tahun ke depan.
Indonesia dinilai berpotensi menjadi pasar cloud dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) naik 22,3 persen per tahun selama 5 tahun ke depan.
Tidak hanya itu, berdasarkan data dari Statista bahkan memasang perkiraan pangsa pasar komputasi awan di Indonesia bisa menembus angka US$1 juta pada 2022.