Menkominfo: Sampoerna Telekomunikasi Dua Tahun Tunggak Pemasukan Negara

Akbar Evandio
Selasa, 20 April 2021 | 05:52 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate memberikan penjelasan di Jakarta, Kamis (7/11/2019). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate memberikan penjelasan di Jakarta, Kamis (7/11/2019). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyatakan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia menunggak pembayaran selama dua tahun.

Adapun, penunggakan tersebut atas pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio untuk izin pita frekuensi radio pada rentang 450—457,5 MHz berpasangan dengan 460—467,5 MHz.

“PT STI hingga saat ini memperlihatkan niat yang perlu dipertanyakan karena belum melaksanakan pembayaran BHP IPFR tahun keempat (2019) dan tahun kelima (2020), namun tetap mempergunakan secara komersial spektrum frekuensi radio pada Pita 450 MHz. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan negara,” katanya lewat rilisnya seperti dikutip Bisnis, Selasa (20/4/2021).

Dia melanjutkan, tunggakan atas pembayaran BHP IPFR tahun keempat (2019) dan Tahun Kelima (2020) itu berdampak terhadap pemasukan negara. Sementara, PT STI masih tetap menyelenggarakan layanan komersial menggunakan pita frekuensi itu.

Sementara di sisi lain, perusahaan yang punya merek dagang Net1 Indonesia tersebut tetap menggelar layanan komersial. 

Johnny mengatakan, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia adalah pemegang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler pada pita frekuensi 450 MHz berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1660 Tahun 2016 tertanggal 20 September 2016.

"Berdasarkan izin tersebut, PT STI dikenakan BHP Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan formula BHP Izin Pita (IPFR) yang besarannya ditetapkan setiap tahunnya melalui suatu Keputusan Menteri," katanya.

Adapun, Keputusan Menkominfo Nomor 456 Tahun 2020 yang digugat oleh PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia merupakan Penetapan BHP IPFR PT STI Tahun Kelima (tahun 2020).

Johnny menjelaskan, keputusan menkominfo sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam PP 80/2015 di mana diatur bahwa menteri menetapkan besaran dan waktu pembayaran BHP IPFR tiap tahunnya, dan berdasarkan PP 53/2000 pembayaran wajib dilakukan dimuka sebelum spektrum frekuensi radio dipergunakan untuk tiap tahunnya.

"PT STI hingga saat ini juga telah memperlihatkan niat yang perlu dipertanyakan karena belum melaksanakan pembayaran BHP IPFR Tahun Keempat (2019) dan Tahun Kelima (2020) namun tetap mempergunakan secara komersial spektrum frekuensi radio pada Pita 450 MHz. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan negara," ungkap Johnny.

Menkominfo menambahkan, segala peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari penerbitan Keputusan Menkominfo Nomor 456 Tahun 2020 masih berlaku dan belum pernah dibatalkan, baik oleh suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun oleh suatu putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap. 

"Jika gugatan PT STI dimaksud dikabulkan, dapat membuat ketidakpastian iklim usaha penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, termasuk menyebabkan kerugian keuangan negara dengan tidak dibayarkannya PNBP yang menjadi kewajiban dari PT STI," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper