Bisnis.com, JAKARTA – Facebook kembali alami kebocoran data pribadi yang menyebabkan 553 juta data pengguna mereka dapat diakses gratis di forum peretas.
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan kebocoran data di Facebook bukan pertama kalinya terjadi, di mana platform milik Mark Zuckerberg sempat mengalami kebocoran 87 juta data pengguna pada 2018.
Adapun, Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat mendenda perusahaan tersebut sebesar US$5 miliar lantaran perusahaan dinilai lalai dalam mengelola data personal penggunanya. Bahkan, pada 2019 terdapat 267 juta data pengguna Facebook yang bocor di internet. Data itu memuat nama, ID, dan nomor ponsel.
“Para pengguna Facebook harus berasumsi bahwa semua data yang mereka berikan sudah menjadi konsumsi publik, baik ada atau tidak adanya kebocoran data. Jadi, hindari membuat password dengan data tanggal lahir diri, tanggal lahir anak, istri atau sejenisnya,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (5/4/2021).
Dia melanjutkan, pengguna untuk tidak merasa selalu aman dan mengaktifkan perlindungan Two Factor Authentication (TFA) untuk semua akun media sosial termasuk Facebook, Twitter dan lainnya. Sebab, serangan siber tidak akan pernah beristirahat.
Untuk diketahui, TFA atau otentikasi dua faktor adalah sistem keamanan berlapis yang dirancang untuk memastikan bahwa hanya pemilik akun yang dapat mengakses akun miliknya. Hal ini akan melindungi akun dari pengambilalihan sekalipun kata sandi bocor.
Namun, dia meminta agar ke depan Facebook perlu mengamankan data dengan melakukan enkripsi pada data krusial dan menjaga sistemnya dari kerentanan yang bisa mengakibatkan kebocoran data.
Tidak hanya itu, dia meminta agar pemerintah perlu memperhatikan bagaimana platform media sosial memperlakukan data dan penggunanya. Sebab, informasi pribadi akan tetap menjadi tambang emas bagi penjahat siber.
“Jika terbukti merugikan pengguna pemerintah perlu melakukan tindakan seperti menegur platform medsos sampai memberikan tindakan lebih tegas seperti pemblokiran. Jika, memang tidak ditanggapi dengan baik,” kata Alfons.