Kepastian Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia Jadi Sorotan Internasional

Ipak Ayu
Kamis, 1 April 2021 | 01:12 WIB
Ilustrasi hacker/ Bisnis.com
Ilustrasi hacker/ Bisnis.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai-nilai perlindungan data pribadi di Tanah Air menuai sorotan dari kalangan internasional, mengingat Indonesia memiliki potensi besar dalam hal ekonomi digital. 

Dengan tren pertumbuhan industri digital yang eksponensial, perlindungan hukum atas privasi data pribadi menjadi hal yang semakin mendesak. 

Belum lagi dalam lima tahun ke depan atau 2025, ekonomi digital diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar US$100 miliar bagi perekonomian nasional dan menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di Asean. 

Adapun, Indonesia saat ini merupakan salah satu dari banyak negara yang saat ini tengah menyiapkan susunan regulasi perlindungan data pribadi melalui pembahasan Rencana Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan Komisi I DPR, dan ditargetkan untuk selesai pada 2021. 

RUU ini akan memberikan hak penuh kepada pemilik data untuk mengontrol dan mengelola data pribadi mereka, yang artinya akan menempatkan tanggung jawab dan akuntabilitas lebih besar kepada industri dalam memenuhi kepatuhan perlindungan keamanan data. 

Senior Fellow Data Privacy Project Lead, Association of Business Law Institute (ABLI) Singapura Clarisse Girot mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan aspek inovasi dari perusahaan layanan digital yang mampu mendobrak batasan dan hambatan. 

Dia menjelaskan, ketidakpastian hukum dan perbedaan antara undang-undang perlindungan data di Asia menjadi penghalang bagi aliran data dan membatasi peluncuran program manajemen privasi yang konsisten. Sementara itu, hal tersebut merupakan andalan perusahaan layanan digital inovatif. 

"Perbedaan yang ada tidak seharusnya menimbulkan beban biaya bagi kepatuhan, menghambat inovasi, dan mengalihkan sumber daya dari peningkatan perlindungan privasi, khususnya di Asean. Hal ini juga memicu celah dalam perlindungan bagi konsumen dan warga negara yang datanya di transfer ke luar negeri, serta membatasi kapasitas kerja sama pihak berwenang," kata Girot dalam keterangan resminya, Rabu (31/3/2021). 

Girot menambahkan ketika semua hal menjadi serba daring akibat dari krisis Covid-19, pentingnya dari kerja sama bagi arus data dan regulasi ini menjadi semakin disoroti. 

Untuk itu, dia menegaskan kembali pentingnya pemerintah Indonesia untuk mengadaptasi Undang Undang yang dapat mengatasi risiko kejahatan dunia maya (cyber crime) dan pelanggaran privasi atas data dari besarnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. 

Sejalan dengan hal tersebut, survei Mastel dan APJII pada 2017 menemukan bahwa 79 persen responden di Indonesia keberatan jika data pribadi mereka ditransfer tanpa persetujuan dan izin yang jelas, dan 98 persen responden mendukung pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).


Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ipak Ayu
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper