Subsidi Kuota Internet, Serikat Guru: Mubazir dan Tak Tepat Sasaran

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 15 Februari 2021 | 08:18 WIB
Seorang guru menangis saat mengikuti acara silaturahmi antara Presiden Joko Widodo dengan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (11/1/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Seorang guru menangis saat mengikuti acara silaturahmi antara Presiden Joko Widodo dengan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (11/1/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan sejumlah catatan perihal implementasi subsidi kuota internet gratis yang diberikan pemerintah kepada peserta didik dan tenaga pengajar pada September-Desember 2020, khususnya terkait dengan penyaluran dan penggunaan kuota internet subsidi.

Wakil Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung mengatakan dari sisi penyaluran, bantuan kuota internet gratis tidak diterima secara menyeluruh oleh peserta didik dan tenaga pengajar. Pada bulan pertama penyaluran, dari sekitar 50,7 juta siswa dan 3,4 juta guru, bantuan yang tersalurkan hanya 28,5 juta paket bantuan, sudah termasuk dosen dan mahasiswa penerima bantuan.

Pada bulan kedua atau Oktober 2020, ada sekitar 35,5 juta nomor yang menerima bantuan, dengan jumlah bantuan disalurkan untuk 29,6 juta siswa, 1,9 juta guru, 3,8 juta mahasiswa dan 166.000 dosen.

Pada bulan ketiga dan keempat – November dan Desember 2020 - berdasarkan papan verifikasi dan validasi ponsel, ada sekitar 31 juta siswa ditambah 2 juta guru yang menerima bantuan kuota internet atau hanya sekitar 60 persen siswa dan guru yang memperoleh bantuan kuota internet.

“Padahal anggaran yang diluncurkan untuk bantuan ini mencapai Rp7,2 triliun. Boleh dikatakan bahwa 40 persen atau sekitar Rp2,88 triliun anggaran ini tidak terpakai,” kata Fahriza kepada Bisnis.com, Minggu (14/2/2021).

Dari sisi penggunaan, kata Fahriza, terdapat enam catatan yang diberikan oleh FSGI. Pertama, dari sisi perbandingan jumlah kuota antara Kuota Umum dengan Kuota Belajar. Jumlah Kuota Umum yang sebesar 5 GB dinilai terlalu sedikit.

Terdapat beberapa aplikasi lain yang sering digunakan dalam proses belajar-mengajar, tetapi tidak dapat diakses melalui Kuota Khusus Belajar, sehingga harus menggunakan kuota umum.

Kedua, masa aktif kuota yang pendek dan tidak dapat diakumulasi membuat kuota yang diberikan dan masih tersisa menjadi hangus dan tidak bisa digunakan sehingga mubazir. Ketiga, tidak seluruh penerima bantuan yang telah menerima kuota memiliki ponsel pribadi.

Dari total 34,08 juta siswa yang sudah melewati proses verifikasi dan validasi pada November 2020, hanya sekitar 17,52 juta siswa yang memiliki ponsel sendiri. Sementara sekitar 15,67 juta siswa menggunakan ponsel diduga menggunakan ponsel milk keluarganya, orang terdekat, sahabat dan lain sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper