Intip Cara Whatsap Tangkal Penyebaran Hoaks

Rezha Hadyan
Senin, 23 November 2020 | 16:00 WIB
Aplikasi WhatsApp/whatsapp.com
Aplikasi WhatsApp/whatsapp.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pesatnya perkembangan teknologi membuat arus informasi begitu deras tanpa ada Batasan ruang dan waktu. Hal tersebut tentunya menjadi ladang empuk peredaran informasi bohong atau hoaks di tengah masyarakat.

Selain media sosial, media yang banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks adalah layanan pesan instan, khususnya WhatsApp dengan jumlah penggunanya yang sedemikian besar. Pada Februari 2020 saja, tercatat jumlah pengguna layanan tersebut mencapai 2 miliar di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan surveI Hootsuite yang dilakukan pada Januari 2019 tercatat 124 juta orang di Indonesia menggunakan WhatsApp. Jumlah tersebut mencapai 83% dari keseluruhan pengguna internet.

Tentunya, bukan hal yang mudah menekan penyebaran hoaks melalui WhatsApp. Jumlah pengguna yang sedemikian besar serta sifatnya yang tertutup membuat upaya tersebut penuh tantangan.

Walaupun demikian, bukan berarti upaya yang dilakukan untuk menekan penyebaran hoaks melalui WhatsApp tidak ada. Layanan pesan instan milik Facebook Inc.itu telah melakukan sejumlah upaya, terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang membuat penyebaran hoaks makin masif.

Direktur Komunikasi WhatsApp Asia Pacific Sravanthi Dev mengatakan, pihaknya telah memblokir 2 juta akun demi cegah hoaks. Akun-akun yang sudah diblokir WhatsApp ini tidak akan bisa digunakan kembali.

"Pemblokiran akun tersebut bersifat permanen, artinya mereka tidak bisa menggunakan akun yang sama. Mereka harus buat akun baru untuk kembali menggunakan WhatsApp," ujar Sravanthi beberapa waktu lalu.

Pencegahan penyebaran hoaks juga dilakukan lewat machine learning yang mampu mengidentifikasi akun-akun penyebar pesan secara massal. Fitur berbasis kecerdasan buatan itu akan menerima serta memproses laporan akun yang diduga menyebarkan hoaks berdasarkan laporan pemblokiran dari pengguna lain dan beberapa pertimbangan.

Lebih lanjut, Sravanthi Dev menuturkan pihaknya telah melakukan sejumlah penyesuaian untuk membendung penyebaran hoaks. Salah satunya adalah membatasi pesan yang sering diteruskan (forwarded message) oleh pengguna pada awal tahun ini. Pesan tersebut hanya dapat diteruskan kepada satu orang atau grup pada satu waktu.

Dia mengklaim penyesuaian tersebut berhasil menekan jumlah pesan yang telah berkali-kali diteruskan hingga 70%. Adapun, kebijakan sebelumnya yang membatasi jumlah penerusan pesan hanya ke lima kontak dalam satu waktu hanya berhasil menekan hingga 25% saja.

Kemudian WhatsApp juga memperkenalkan label 'diteruskan/forwarded' (panah tunggal) dan 'sering diteruskan/highly forwarded' (panah ganda), dengan tujuan membuat pengguna berpikir kembali sebelum meneruskan lagi pesan yang mereka terima.

Terakhir WhatsApp juga membarui pengaturan privasi grup agar pengguna dapat meningkatkan keamanan privasi mereka.

Terkait, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan upaya pemerintah memerangi penyebaran hoaks bukanlah bentuk pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat. “[Di tengah] situasi pandemi ini kami perlu meluruskan informasi-informasi yang salah agar tidak meresahkan masyarakat”.

Semuel menegaskan dalam menangani konten yang diduga hoaks pihaknya selalu melakukan pengujian fakta, verifikasi informasi yang masuk ke beberapa pihak. Apabila informasi tersebut sudah dipastikan tidak benar, akan diberikan stempel hoaks untuk kemudian dipublikasikan melalui situs resmi Kominfo.

Berdasarkan data internal Kominfo, sejak 23 Januari-18 Oktober 2020 terdapat 2.200 konten hoaks yang beredar di media sosial. Sebanyak 1.759 diantaranya sudah diturunkan atau di-take down. Sebagian besar adalah hoaks seputar pandemi Covid-19 yang membingungkan dan tentunya meresahkan masyarakat.

CHATBOT WHATSAPP

Upaya menekan penyebaran hoax melalui WhatsApp juga dilakukan dengan cara menghadirkan layanan obrolan virtual dengan kecerdasan buatan atau chatbot. Layanan tersebut akan membantu pengguna WhatsApp memastikan kebenaran informasi yang mereka terima.

Chatbot yang diberi nama Kalimasada itu merupakan buah kerjasama WhatsApp dengan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).

Melalui Kalimasada, pengguna WhatsApp dapat dengan mudah memastikan keberanan informasi yang diperoleh dengan cara mengirimkan pesan ke nomor +6285921600500. Selain itu, pengguna juga bisa mempelajari bagaimana cara melindungi diri dari hoaks lewat layanan tersebut.

Menurut Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho, sebagian besar pengguna WhatsApp di Tanah Air tidak menggunakan internet untuk keperluan lainnya, sehingga mereka tidak bisa mengecek informasi yang diterimanya. Padahal, mereka aktif memproduksi berbagai informasi dan menyebarkannya melalui platform tersebut.

"Dengan chatbot ini, kami berharap dapat memberikan cara efisien dan mudah kepada jutaan pengguna WhatsApp di Indonesia untuk memverifikasi informasi yang mereka terima. Dengan begitu, semua orang bisa berperan dalam menekan disinformasi," ujarnya.

Septiaji menambahkan besarnya jumlah pengguna layanan pesan instan dan media sosial di Indonesia tidak diiringi oleh peningkatan tingkat literasi digital. Pada umumnya, masyarakat Indonesia hanya melihat judul berita yang sensasional dari pesan yang mereka terima tanpa membaca isinya dan langsung meneruskannya ke grup obrolan.

Secara terpisah, Direktur Riset Katadata Insight Center Mulya Amri mengatakan indeks literasi digital masyarakat Indonesia tahun ini tergolong sedang walaupun penggunaan internet dan sosial media mengalami peningkatan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Katadata Insight Center dan Kominfo literasi digital masyarakat Indonesia berada di angka 3,47.

“Tingkat literasi [digital] nasional tergolong sedang, padahal penggunaan media sosial termasuk tinggi. Berdasarkan survei terhadap 1.670 responden di 34 provinsi, 99,9% memiliki ponsel dan 99,7% memiliki ponsel yang terkoneksi dengan internet,” katanya akhir pekan lalu.

Dari skala 1-5 skor di bawah 2 masuk kategori buruk, skor 3-4 sedang, dan skor lebih dari 4 tergolong baik. Indeks literasi digital yang tinggi berkaitan dengan usia muda, laki-laki, dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rezha Hadyan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper