Bisnis.com, JAKARTA - Estafet pengajuan aksara Kawi ke Unicode dalam rangka digitisasi aksara menemui titik terang setelah proposal yang diajukan pegiat aksara daerah Aditya Bayu Perdana dan Ilham Nurwansah itu diterima secara resmi oleh Unicode pada 29 September 2020. Selangkah lagi aksara Kawi bisa digunakan pada platform digital di seluruh dunia.
Aksara Kawi atau aksara Jawa Kuno adalah turunan aksara Brahmi historis yang digunakan di wilayah Asia Tenggara maritim sekitar abad ke-8 hingga ke-16
Adapun Unicode adalah standar dalam dunia komputer untuk pengkodean (encoding) karakter tertulis dan teks yang mencakup hampir semua sistem penulisan yang ada di dunia. Dengan adanya Unicode, pertukaran data teks dapat terjadi secara universal dan konsisten.
Kaitannya dengan aksara, nantinya seluruh aksara Nusantara bisa diakses di perangkat pintar seperti telpon genggam dan komputer/laptop seperti aksara Latin pada umumnya.
Ilham Nurwansyah, mewakili tim penyusun proposal Kawi, mengatakan pengajuan proposal aksara Kawi dilakukan sebagai upaya mendigitisasikan aksara daerah di Indonesia. Masih banyak aksara daerah Indonesia yang belum terdaftar di Unicode sehingga pihaknya akan terus mendorong aksara daerah itu bisa terdaftar di Unicode.
"Kemarin kami mengajukan aksara Kawi, untuk aksara lainnya menyusul setelahnya,” ungkap Ilham dalam keterangan pers, Senin (12/10/2020).
Pria yang merupakan Staf Digital Repository of Endangered and Affected Manuscript in Southeast Asia (DREAMSEA) PPIM UIN Jakarta tersebut menuturkan bahwa dalam pengajuan aksara ke Unicode diperlukan pemahaman dalam hal spesifikasi teknis aksara.
“Tidak hanya diperlukan kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi harus paham spesifikasi teknis aksara yang akan diajukan untuk platform digital, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyusun proposal. Belum lagi, harus mengikuti uji kelayakan proposal di hadapan tim Unicode secara langsung,” tukasnya.
Aditya Bayu mengungkapkan proposal pendahuluan (preliminary) pernah diajukan pada 2012 oleh penulis asing, namun belum ada yang melanjutkan hingga kini. Sehingga apa yang dilakukannya saat ini bersifat meneruskan dari apa yang sudah dikerjakan sebelumnya.
Dalam penyusunan proposal aksara Kawi, Adit mengaku mengalami beberapa kendala cukup berarti bagi timnya. “Setiap huruf dan simbol individu dalam aksara perlu diberi contoh dan diberi asal-usul, ini gambar aksara dapat dari prasasti mana, sekarang disimpan di mana, dan lainnya. Salah satu yang membuat aksara Kawi sulit adalah masa penggunaannya yang panjang,” ungkap Adit.
Selama 800 tahun pemakaian, aksara Kawi memiliki berbagai macam variasi langgam dan ortografi. Varian yang banyak ini perlu dijabarkan dalam proposal, dan ditambah pula kesulitan mendapat referensinya yang seringkali tersebar sehingga perlu mengumpulkan potongan-potongan informasi dari berbagai sumber agar dokumentasi Kawi yang dituliskan dapat dipertanggungjawabkan.
Penyusunan proposal aksara Kawi yang lebih lengkap untuk Unicode mulai dilakukan Adit dan Ilham sejak Juli 2020 dan melalui dua kali proses persidangan, yaitu pada pertengahan Agustus dan September 2020.
“Pembahasan teknis proposal dilakukan secara langsung dan terbatas bersama tim kecil Unicode melalui konferensi video, dua kali kami harus ‘disidang’ jam 5 pagi, menyesuaikan dengan jadwal meeting Unicode, yang para panelisnya tersebar di berbagai negara,” tambah Ilham.
Setelah dokumen lengkap proposal Kawi diterima oleh Unicode maka tinggal menunggu disahkan. Jika tidak ada halangan maka tidak lama lagi code point aksara Kawi akan bisa digunakan pada platform digital di seluruh dunia. “Semoga Unicode mengetuk palu untuk mengesahkan aksara Kawi. Kita tunggu saja rilis Unicode terbaru berikutnya,” ungkap Adit optimis.
Upaya pengajuan aksara Kawi ke Unicode merupakan bentuk dukungan Ilham dan Bayu kepada Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) yang sedang merancang kegiatan bertajuk Merajut Nusantara melalui digitalisasi aksara.
"Kami sangat menghargai upaya komunitas yang mendukung kegiatan digitalisasi aksara yg digagas oleh PANDI, sebagai salah satu bentuk komitmennya sejak Oktober 2020, Pandi sudah terdaftar sebagai member Unicode agar bisa lebih mudah memfasilitasi komunitas pegiat aksara di Indonesia yang ingin menjalin komunikasi dengan Unicode nantinya," ujar Chika Hayuningtyas, Staf Pelaksana PANDI.