Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah ketok palu terkait pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas transaksi digital enam perusahaan global, termasuk Netflix International B.V.
Namun, berapa kira-kira jumlah setoran PPN yang bakal dikantongi pemerintah dari perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda tersebut? Bisnis pun mencoba mengkulik-kulik data yang ada.
Pada Juli 2016, perusahaan riset dan statistik yang berbasis di Hamburg, Jerman, Statista GmBh, mengungkapkan pendapatan streaming Netflix dari Indonesia pada tahun ini diperkirakan mencapai US$76,63 juta atau sekitar Rp1,1 triliun. Bila proyeksi benar maka setoran PPN bisa mencapai sekitar Rp110 miliar.
Baca Juga Blokir Dibuka, Netflix Happy |
---|
Menurut proyeksi Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019, dan jumlah itu diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi 906.800 pada 2020. Di Indonesia, Netflix menawarkan berbagai variasi harga. Paket ponsel dijual dengan harga Rp49.000 per bulan, Paket Dasar sebesar Rp109.000 per bulan, Paket Standar sebesar Rp139.000 per bulan dan Paket Premium dengan harga 169.000 per bulan.
Menggunakan asumsi tersebut maka perkiraan terendah (asumsi data 2019), pendapatan Netflix berkisar antara Rp23,59 miliar hingga Rp81,36 miliar per bulan, atau Rp283,08 miliar hingga Rp976,32 miliar per tahun. Alhasil, potensi PPN berkisar antara Rp28,3 miliar hingga Rp97,6 miliar per tahun.
Bahkan, bila proyeksi Statista benar bahwa pelanggan Netflix di Indonesia pada tahun ini akan menembus 906.800 pelanggan, maka jumlah tersebut akan naik tajam. Menggunakan asumsi itu, pendapatan Netflix akan berada di rentang Rp44,43 miliar hingga Rp153,25 miliar per bulan, atau Rp533,16 miliar hingga Rp1,84 triliun. Alhasil potensi PPN akan berkisar antara Rp53,32 miliar hingga Rp184 miliar per tahun.
Padahal, proyeksi Statista itu berdasarkan survei pada 2016. Sementara, pada awal tahun ini, permintaan akan tontonan secara streaming semakin kuat, termasuk untuk Netflix di tengah pandemic Covid-19 yang melanda dunia.
Pada April 2020, Statista mengungkapkan bahwa pada kuartal I/2020 pelanggan Netflix mencapai 182,9 juta secara global, meningkat sebanyak 15,8 juta dari 167,1 juta pada akhir 2019. Padahal, peningkatan pelanggan global pada kuartal IV/2019 hanya sebanyak 8,8 juta pelanggan, dan peningkatan pada kuartal I/2019 sebesar 9,6 juta pelanggan.
Menurut Statista, dari 182,9 juta pelanggan global tersebut, sebanyak 69,9 juta merupakan pelanggan dari AS. Statista memperkirakan hingga akhir Juni 2020, pelanggan global Netflix akan mencapai 190 juta.
Sementara itu, Lembaga Penyedia Informasi Comparitech yang berbasis di Inggris menggungkapkan Australia menjadi negara di luar AS dengan jumlah pelanggan terbanyak yang diperkirakan mencapai 14,4 juta pelanggan pada akhir 2019.
Comparitech memperkirakan Inggris memiliki pelanggan Netflix dengan jumlah 12,5 juta, dan Brazil dengan perkiraan jumlah pelanggan sebanyak 10,9 juta, disusul dengan Kanada dengan pelanggan sebanyak 8,1 juta.
Di luar kelima negara itu, lima negara lainnya yang termasuk ke dalam 10 negara terbesar pelanggan Netflix di luar AS adalah Jerman, Prancis, Spanyol, Jepang, Belanda dan Mexico.
Statista pada Februari 2020 mengungkapkan bila ditengok dari sisi wilayah, Kawasan Asia Pasifik (termasuk Indonesia) hanya berjumlah 16,23 juta pelanggan dari jumlah pelanggan Netflix global pada 2019. Kendati demikian, Statista mengungkapkan bahwa pada rentang 2017 hingga 2019, pelanggan Netflix di Kawasan tersebut melompat tiga kali lipat.
Pada 16 Juni 2020, Comparitech mengungkapkan bahwa Kawasan Asia Pasifik hanya memiliki pelanggan sebanyak 8% atau sebanyak 11,91 juta dari 148,86 juta pelanggan Netflix global pada kuartal I/2019.
Porsi pelanggan di Kawasan Asia Pasifik meningkat menjadi 11% atau sebanyak 20,11 juta dari 182,86 juta pelanggan Netflix global pada kuartal I/2020.
“Namun, jika kita melihat pertumbuhan pendapatan berdasarkan wilayah, kita dapat melihat bahwa salah satu lompatan terbesar dalam pendapatan berasal dari Asia-Pasifik,” tulis Comparitech, Selasa (16/6/2020).
Menurut Comparitech, pada kuartal I/2020, wilayah Asia-Pasifik mengalami peningkatan pendapatan 15,67% berkat peningkatan angka pelanggan sebanyak 22,19%. Menariknya, kenaikan di wilayah ini bukan karena peningkatan pendapatan bulanan rata-rata per keanggotaan.
Di kawasan ini, sejak Kuartal I/2018, pendapatan rata-rata per keanggotaan telah turun (dari US$9,37 pada Q1/2018 menjadi US$8,94 pada Q1/2020). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh upaya Netflix untuk lebih jauh menembus pasar-pasar ini, dengan rencana ambisius untuk memiliki 100 juta pelanggan di India saja (perkiraan menyebutkan angka saat ini sekitar 2 juta).
Sebaliknya, pertumbuhan pendapatan di AS dan Kanada agak meningkat dibanding tahun lalu. Pada kuartal terakhir, pendapatan di wilayah ini hanya meningkat 1,16%. Di Eropa, Timur Tengah dan Afrika, Kuartal I/2020 memperlihatkan peningkatan pendapatan 10,3%, sementara wilayah Amerika Latin mengalami kenaikan 6,31%.
Menurut Comparitech, pendapatan Netflix dari Kawasan Asia Pasifik pada kuartal I/2018 mencapai US$199,12 juta, jumlah tersebut meningkat menjadi US$319,6 juta pada kuartal I/2019. Bahkan, pada kuartal I/2020, pendapatan Netflix dari kawasan ini mencapai US$483,66 juta.
Nilai Pasar Video Streaming Indonesia
Di sisi lain, Statista dalam laporan perkiraannya yang telah memasukkan faktor dampak Covid-19 per Juni 2020, memproyeksikan pendapatan dari segmen streaming video di Indonesia diperkirakan mencapai US$169 juta atau Rp2,45 triliun pada 2020.
Pendapatan tersebut diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2020-2024) sebesar 12,4%, menghasilkan volume pasar yang diproyeksikan sebesar US$269 juta pada tahun 2024.
Adapun, penetrasi pengguna streaming video di Indonesia diperkirakan akan menjadi 8,4% pada tahun 2020 dan diproyeksikan akan mencapai 11,4% pada tahun 2024. Sementara, pendapatan rata-rata per pengguna (average revenue per user/ARPU) diperkirakan berjumlah US$7,35 pada 2020.
Proyeksi pendapatan sejumlah US$169 juta pada 2020 tersebut meningkat sebesar 22,1% secara tahunan (year-on-year/y-o-y). Sementara, pelanggan streaming video di Indonesia pada tahun ini diperkirakan mencapai 22,9 juta pelanggan atau naik 18,1% y-o-y. Jumlah tersebut diproyeksikan akan meningkat hingga 32,3 juta pelanggan pada 2024.
Dalam laporan itu, Statista menjelaskan bahwa yang dimaksud pasar streaming video disini adalah layanan Video-on-Demand berbasis langganan (Subscription-VoD atau SVoD), misalnya Netflix dan Amazon Prime Video, yang menawarkan akses tanpa batas ke pustaka konten mereka dengan biaya berlangganan bulanan.
Film dan serial TV dapat dialirkan ke berbagai perangkat terhubung yang didukung. Pasar SVoD tidak termasuk layanan yang didukung iklan, penawaran bayar per tayang atau layanan yang memerlukan berlangganan TV berbayar (misalnya HBO Go).