Bisnis.com, JAKARTA - Mozilla kembali muncul ke permukaan dengan produk barunya bernama Facebook Container. Dibalik produk tersebut, terhampar cerita panjang tentang bagaimana Facebook mengumpulkan dan mengolah data pengguna untuk beberapa tujuan.
Dalam keterangan resmi Mozilla yang diterima Bisnis.com, Kamis (30/4/2020), Facebook Container merupakan bentuk eksistensi Firefox yang berfungsi memisahkan situs Facebook, Instagram, dan Messenger dari web lainnya. Tujuannya, membatasi kemampuan Facebook dalam melacak pengguna.
Eksistensi tersebut menggunakan containers functionality milik web browser Firefox, yang dapat mempersulit Facebook dalam melacak penggunanya di web.
Ketika pengguna memasang ekstensi tersebut di Firefox dan membuka Facebook, media sosial tersebut akan terbuka di dalam sebuah tab (container) khusus.
Jika pengguna mengunjungi tautan yang mengarahkan mereka ke Facebook, maka tautan juga akan terbuka dalam tab khusus tersebut. Dengan demikian, Facebook akan terisolasi dalam satu tab, sehingga fitur like, share, dan widget Facebook lainnya yang tertanam pada website lain tidak dapat terhubung dengan akun Facebook pengguna.
"Ekstensi ini merupakan cara yang cerdas bagi pengguna untuk tetap terhubung di Facebook tanpa harus mengorbankan privasi online-nya," ujar pihak Mozilla.
Pembuatan Facebook Container cukup beralasan. Pasalnya, berdasarkan data We Are Social, sampai dengan Januari 2020 Facebook terus menguasai pangsa pasar di Indonesia dengan jumlah pengguna mencapai 130 juta orang.
Dengan kata lain, memang diperlukan mesin baru yang bertugas mengamankan data pribadi pengguna yang jumlahnya sangat banyak itu.
Belum banyak disadari oleh pengguna, bahwa Facebbok memonitor berbagai macam aktivitas, termasuk ketika si pengguna mengunjungi sebuah situs. Lalu, Facebook menggunakan informasi tersebut untuk keperluan meningkatkan kualitas produk, dan keperluan iklan.
Namun, baik disadari ataupun tidak, orang-orang dilacak secara daring ketika berada di media sosial. Facebook mengetahui informasi pengguna seperti nama, usia, dan tanggal lahir.
Selain itu, tombol 'Like' dan 'Share' milik Facebook yang muncul di situs belanja, berita, dan situs-situs lainnya tetap terhubung dengan pelacak Facebook. Bahkan ketika tidak digunakan, Facebook tetap menggunakan tombol-tombol itu untuk melacak pengguna.
Terdapat beberapa fase yang dilewati Facebook dalam melacak dan menggunakan data pengguna, yakni Cookies, Facebook Analytics, dan menyesuaikan lini waktu (feed) yang dirancang khusus sesuai dengan aktivitas pengguna di Facebook.
Sebuah cookie dapat memuat beberapa informasi seperti waktu pengguna mengunjungi situs web, berapa lama mereka berada di dalamnya, lokasi pengguna, laman yang dikunjungi, bahkan semua tautan yang diklik di situs lain.
Facebook, seperti situs lainnya, menggunakan cookies untuk memantau pengguna. Namun, permasalahannya Facebook juga meletakkan cookies pada komputer pengguna jika mereka menggunakan 'produk-produk Facebook', termasuk situs web dan aplikasi, atau sekedar mengunjungi situs web dan aplikasi yang menggunakan produk-produk Facebook, seperti tombol Like dan teknologi Facebook lainnya.
Praktik pelacakan lainnya adalah menempatkan kode pelacak dengan diam-diam menulis ulang tautan artikel yang muncul di halaman Facebook. Dengan cara ini, mereka dapat melacak apakah pengguna menyukai artikel tersebut atau tidak, mengerti sifat dan preferensi pengguna melalui pengecekkan kode aktivitas pengguna pada situs web.
Data-data ini lalu digunakan sebagai informasi bagi Facebook Analytics, sehingga menghasilkan banyak informasi yang sesuai dengan minat pengguna yang muncul di lini waktu (feed).
Facebook mengetahui segalanya tentang pengguna. Data berlimpah yang dimiliki oleh Facebook merupakan aset berharga bagi perusahaannya dan harus dilindungi dengan cara apapun.
Tapi kenyataannya, hal tersebut pernah disalahgunakan dan menjadi sumber masalah bagi jutaan pengguna dan Facebook sendiri.
Pada 2018 lalu, mantan karyawan Cambridge Analytica membocorkan ke publik bagaimana perusahaan tersebut menggunakan sekitar 50 juta data pribadi pengguna Facebook untuk kebutuhan kampanye politik tanpa persetujuan.