Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono mengatakan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri telekomunikasi dipacu oleh disrupsi.
“Itulah yang sudah 10 tahun terakhir dikhawatirkan. Bahkan, XL Axiata sudah lebih dari 5 tahun yang lalu melakukan PHK besar. Kemudian, Indosat ini justru yang pertama melepas 1.000 orang sekitar 9 tahun yang lalu,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Minggu, (16/2/2020).
Menurutnya, kini atmosfir disrupsi mengancam industri telekomunikasi. Bila perusahaan telekomunikasi ingin tetap aman berada di tengah-tengah, ekosistem baru yang sedang berevolusi, mereka harus beradaptasi dengan beragam tren baru yang kompleks.
Baca Juga Tri Indonesia Pacu Kembangkan Jaringan |
---|
“Jika tidak, mereka beresiko menjadi hanya sebagai penyedia komoditas murah dan mudah tergantikan, yang biasa disebut dengan data-transmission bandwidth,” ungkap Nonot.
Saat ini disrupsi menjadi ancaman, industri telekomunikasi berganti aktor, dari network operator beralih ke apps/platform. Kemudian, operasional network semakin tergantikan oleh software.
Nonot juga mengatakan bahwa meskipun bukan faktor yang utama, namun saat ini industri telekomunikasi juga mengalami komplikasi, yang mana persaingan antar operator yang tidak sehat makin percepat dan memburuk situasi.
Dikatakan, ada saran dan solusi klasik yang dapat dilakukan oleh operator dalam menghadapi disrupsi teknologi.
“Ada peluang bagi para operator untuk meng-eksplore metodologi terkini, misalnya machine learning, digitalisasi proses manajemen, analytics, dan artificial intelligence, untuk merapikan data-data manajemen yang tidak rapih agar dapat menjadi tertata dan mendukung kecepatan dan akurasi penentuan putusan dan policy, dan meningkatkan kepuasan pelanggan,” terangnya.
Hal ini bukanlah proses natural yang lambat, namun harus menjadi transformasi yang massive dan cepat. Para Operator harus menjalani ini dengan mindset bahwa hal ini perlu, bermanfaat, dan harus dijalankan, mencapai yang diharap.
“Operator dapat mengelola networks dengan teknologi terkini, manfaatkan machine-learning untuk tingkatkan efficiency, kemudian dapat menggunakan software untuk kinerja yang lebih baik digitalisasi operasional bisnis dan puaskan pelanggan,” ungkap Nonot.
Selain itu, operator juga dapat untuk melakukan otomasi dan penyederhanaan di sisi back-office, digitalisasi pada divisi customer-support, melakukan predictive analytics pada divisi marketing, memulai transformasi menuju perusahaan digital.
“Serta, membentuk mind-sets baru dan merombak organisasi dan fokus pada eksekusi tahapan yang telah dibuat,” ujarnya.