Bisnis.com, JAKARTA -- Teknologi generasi kelima atau 5G sangat lekat dengan automasi mobil, sebab saat ini hanya 5G teknologi yang memiliki latensi rendah, yang cocok untuk menunjang automasi mobil.
Technical Trainer of Huawei SP, Muhammad Johan Arshad mengatakan teknologi 5G memiliki latensi sebesar 1 milidetik. Sangat jauh dibandingkan dengan teknologi 4G yang memiliki latensi 50 milidetik dan 3G dengan 100 milidetik.
Latensi adalah jeda waktu yang dibutuhkan dalam pengantaran data dari pengirim ke penerima. Makin tinggi jeda waktu maka makin lambat penerima merespons perintah dari pengirim.
Johan pun membandingkan ketika masing-masing teknologi diimplementasikan untuk menunjang automasi mobil.
Teknologi 3G dengan tingkat latensi 100 milidetik, kata Johan, tidak akan dapat mendukung mobil automasi dan dipastikan akan menabrak benda yang di depannya ketika diperintahkan untuk berhenti oleh sensor mobil.
Sebab, dengan latensi 100 milidetik, menurutnya, mobil baru akan merespons perintah ketika sudah berjalan sepanjang 330 cm dari waktu atau jarak mobil mendapat perintah. Artinya ketika mobil mendapat perintah berhenti di jarak 1.000 meter, mobil baru akan merespons 330 cm kemudian.
Padahal, seharusnya mobil harus langsung berhenti ketika diperintah.
Begitu pun dengan teknologi 4G, karakteristik latensi 50 milidetik yang dimiliki 4G pun belum dapat mendukung automasi mobil dan masih berisiko.
Berdasarkan perhitungan Johan, dengan 4G mobil baru mentaati perintah setelah berjalan 167 cm dari jarak mobil tersebut mendapat perintah berhenti. Sehingga berpotensi menabrak benda yang terdapat di depannya.
Adapun teknologi 5G menjadi teknologi yang paling tepat untuk mendukung operasional mobil automatis. Dengan latensi 1 milidetik, kendaraan akan langsung menjalakan perintah dari sensor.
“Dengan 5G angka kecelakaan dapat ditekan,” kata Johan kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Johan menceritakan teknologi 5G yang terpasang di BTS akan menghubungkan kendaraan dengan kendaraan, kendaraan dengan manusia, dan kendaraan dengan bangunan, sehingga ketiga benda tersebut akan ditolak oleh mobil ketika berada di jarak tertentu.
Dua sensor yang masing-masing terpasang di depan, samping dan belakang mobil, akan terus menjaga jarak aman mobil sehingga ketika ada benda yang berdekatan, mobil akan langsung mengelak seperti 2 kutub magnet serupa yang didekatkan.
Bahkan dalam bayangan Johan, ketika teknologi 5G diterapkan secara efektif, fungsi lampu lalu lintas akan berkurang drastis, karena setiap kendaraan telah berjalan dengan sistem jaringan 5G.
“Kendaraan di seluruh dunia akan terlihat sopan nantinya karena tidak ada yang ugal-ugalan,” kata Johan.
Jadi kapan Indonesia siap untuk itu?