Pemerintah Perlu Terbangkan HAPS untuk Pantau Perairan dan Daratan

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 15 Agustus 2019 | 10:45 WIB
Peta Indonesia/Istimewa
Peta Indonesia/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu menghadirkan teknologi dalam membantu penegakan hukun di kawasan perairan dan daratan di Indonesia.  

Ketua Dewan Pakar Indonesia-ITU Concern Forum Arifin Nugroho mengatakan pemerintah perlu memiliki alat yang dapat memonitoring laut dan alam di Indonesia. Monitoring dilakukan secara terus menerus sehingga oknum yang melanggar dapat diketahui segera.

Arifin berpendapat untuk mewujudkan monitoring secara terus menerus, dia mengusulkan kepada pemerintah untuk menerbangkan High Altitude Platform System (HAPS).

HAPS adalah teknologi yang menyediakan layanan wireless narrowband dan telekomunikasi broandband. HAPS beroperasi pada ketinggian 5–20 km di lapisan stratosfer. HAPS mampu menjangkau area seluas 300 km dalam diameter, disebabkan HAPS berada pada ketinggian yang masih termasuk permukaan bumi.

“Bagi pelanggar di laut itu perlu penegakan hukum. Langkah pertama melalui monitoring terlebih dahulu dengan menerbangkan sebuah HAPS,” kata Arifin kepada Bisnis.com, Rabu (14/8/2019).

Adapun untuk pengadaan alat tersebut, kata Arifin, pemerintah dapat meniru cara yang mereka terapkan pada pengadaan Satelit Multifungsi Satria dan Sistem Komunikasi Kabel Laut Palapa Ring yaitu dengan Public Private Partnership.

Dia mengatakan kehadiran HAPS juga dapat digunakan untuk memantau pencurian ikan dan penambangan ilegal.

“Bayangkan 1 HAPS untuk monitoring, dugaan saya diameternya bisa 300 Km. Ini sangat signifikan. Jadi misal untuk Kalimantan nantinya ada satu, Maluku ada satu juga, di Maluku kan banyak kapal masuk,” kata Arifin.

Arifin menegaskan bahwa HAPS bukanlah teknologi baru. HAPS pernah digunakan saat perang di Irak oleh Amerika Serikat.

Dia mengatakan HAPS yang akan digunakan untuk monitoring pulau Indonesia, seharusnya menggunakan teknologi yang lebih canggih dibandingkan dengan HAPS yang dipakai di perang Irak.   

“Teknologi HAPS sudah berevolusi, saya kira sekarang sudah lebih matang,” kata Arifin.

Sebelumnya, Dalam acara Asia Pacific Subsea Telecommunication Cable Annual Seminar 2019, Asosiasi Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) menyebutkan pada 2018 jumlah kasus kerusakan kabel komunikasi bawah laut sebanyak 40 kasus. Adapun pada periode Januari – Agustus 2019, terdapat 13 kasus kerusakan kabel bawah laut.

Dari jumlah tersebut disinyalir sebanyak 75% disebabkan oleh aktivitas kapal ilegal, salah satunya adalah penangkapan ikan dan pemberhentian pada koridor kabel bawah laut.

Tidak hanya itu, dalam acara yang sama, PT Len Telekomunikasi Indonesia (Persero) menyebutkan bahwa 38% kerusakan kabel laut disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan, 25% karena terkena jangkar, 8% disebabkan oleh bencana alam, 6% disebabkan oleh kegagalan produk, 6% disebabkan oleh abrasi dan 17% disebabkan oleh lain-lain.    

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper