Bisnis.com, JAKARTA -- Alat blokir ponsel pintar ilegal Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) yang kini berganti nama menjadi Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (SIBINA) memiliki potensi menyedot data pribadi ponsel masyarakat.
Pakar Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward menyoroti alat yang diberikan Qualcomm kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu secara gratis.
Menurutnya, potensi pencurian data yang dapat terjadi di antaranya adalah alat itu bisa mendeteksi jenis chipset atau prosesor pengguna ponsel dan no ponsel operator. Terlebih, untuk menjalankan DRIBS, operator harus membeli alat lagi dari pihak vendor.
Dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Rabu (14/8/2019), Ian mempertanyakan alasan pemberian alat tersebut secara gratis. Dia khawatir data pribadi pengguna ponsel akan digunakan untuk keperluan yang lebih besar oleh Qualcomm, misalnya mendapatkan data yang akurat mengenai pangsa pasar atau mendeteksi dan menghitung jumlah chipset milik kompetitor di Indonesia.
Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih juga angkat bicara mengenai sumbangan alat pendeteksi ponsel ilegal dari Qualcomm. Dia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan lagi secara matang rencana membuat regulasi pemblokiran IMEI.
"Jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan data pribadi dan IMEI masyarakat Indonesia demi kepentingan tertentu yang dapat memberikan kerugian yang cukup besar," ucap Alamsyah.
Dia berpandangan IMEI punya banyak informasi terkait aset pribadi milik pengguna yang tidak boleh sembarangan diakses pihak lain. Selain itu, hanya lembaga yang memiliki kewenangan sesuai Undang-Undang (UU) yang boleh mengakses IMEI tersebut karena setelah tujuan akses telah terpenuhi, lembaga tersebut harus segera memusnahkan data IMEI terkait.
“Oleh karena itu, Ombudsman menyarankan agar pemerintah fokus pada pembenahan regulasi fundamental. Jangan buat regulasi tambal sulam yang tidak menyelesaikan akar permasalahan," tegas Alamsyah.