Menanti Transportasi Pintar di Indonesia

Nancy Junita
Sabtu, 20 Juli 2019 | 10:02 WIB
Armada TransJakarta melintas di jalur layang Ciledug-Tendean, Jakarta, Senin (1/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Armada TransJakarta melintas di jalur layang Ciledug-Tendean, Jakarta, Senin (1/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dapat meniru Belanda dan Singapura dalam penerapan teknologi di sektor moda transportasi.

Seno Soemadji, Country Manager Indonesia, TIBCO Software, mengatakan dalam industri transportasi peran data analisis sangatlah penting untuk membaca kebutuhan dan suplai.

Dia menuturkan di Belanda, perangkat IoT berupa sensor, telah digunakan untuk oleh perusahaan kereta untuk menganalisis jumlah kebutuhan dan suplai yang harus diberikan. Artinya pada saat tertentu, kereta yang beroperasi akan menjadi lebih banyak.

Tidak berhenti di situ, sensor yang terdapat di kereta juga dapat membantu perusahaan kereta mengetahui kondisi mesin kereta, sehingga kemungkinan sebuah kereta rusak saat sedang beroperasi dapat diminimalisir.   

“Jika kereta berhenti di tengah jalan, artinya jalur rel yang di sekitar tempat tersebut tidak dapat digunakan, kerugiannya semakin besar,” kata Seno kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.

Seno mengatakan, implementasi teknologi di kereta juga dapat membantu para penumpang menjadi lebih tertib.

Dia menjelaskan di Belanda, para penumpang yang sedang menunggu kereta di stasiun dapat mengetahui volume penumpang di kereta tersebut.

Pemberitahuan isi penumpang di gerbong dilakukan secara real time, sehingga ketika kereta datang para penumpang sudah mengantri di gerbong dengan volume penumpang terdikit.

“Di Belanda kereta sangat tertib, mereka hanya berhenti 1 menit dan jalan kembali, oleh karena itu penumpang harus sudah tahu mereka akan naik gerbong yang mana,” kata Seno.

Bus Transjakarta

Diketahui TIBCO telah menjalin kerja sama dengan perusahaan kereta asal Belanda yang bernama Nederlandse Spoorwegen [NS]. Hingga saat ini sekurangnya terdapat 800 kereta yang telah dimonitor lewat kerja sama tersebut.

Tidak hanya itu, Seno Soemadji, juga menilai solusi tersebut juga dapat diterapkan di bus Transjakarta d dalam mengurai kepadatan penumpang di bus milik Pemprov DKI Jakarta tersebut. 

Dia melihat selama ini penumpang cenderung memaksakan diri untuk masuk dalam satu bus yang telah sangat penuh, padahal jika mereka bersabar, bus yang berada di belakangnya relatif lebih sepi.

“Ketika bus A datang, penuh dan kita paksakan masuk, padahal bus B atau bus setelahnya sepi penumpang,” kata Seno

Selain itu, sambungnya, hadirnya teknologi pada bus Transjakarta juga dapat memprediksi usia kendaraan sehingga meminalisir kerusakan bus Transjakarta saat beroperasi di jalan raya.

Seno menambahkan IoT di Transjakarta juga dapat mendukung arah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin menghadirkan angkutan umum yang terintegrasi.

Alat pelacak yang terpasang di setiap moda transportasi, akan memberikan pola yang dapat menentukan waktu setiap kendaraan berkumpul menjadi satu. 

“Penerapan Smart City sangat terkait erat dengan kebijakan pemerintah. Jadi kalau DKI bilang sudah harus terkordinasi, maka itu sudah tepat. Karena kalau tidak [terkordinasi] pasti akan terjadi ego sentrik,” kata Seno.

Pola Pikir

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia, Teguh Prasetya menilai teknologi di sektor transportasi karena  tiga hal yaitu, sumber daya manusia, kesiapan teknologi, dan proses.  

Pertama, pola pikir kepala daerah yang belum menganggap penting sebuah teknologi menjadi penghambat dalam proses modernisasi. Kedua, sejumlah perusahaan nasional maupun lokal kesulitan dalam menghadirkan teknologi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah transportasi di perkotaan. Ketiga, proses pengadaan teknologi, yang mana pemerintah daerah masih membandingkan antara investasi yang dikeluarkan dengan manfaatnya.

 “Dalam proses kan ada bujet, bisa menjawab masalah tidak [kota pintar]” kata Teguh.     

Seno berpendapat untuk menghadirkan smart city, khususnya di  sarana transportasi, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir bahwa apa yang diinvestasikan di awal akan bermanfaat pada jangka panjang, seiring dengan makin puas pengalaman yang dirasakan masyarakat.

Dia mengatakan  jika telah tercipta pelayanan optimal, keuntungan akan datang dengan sendirinya, sehingga biaya investasi besar yang digelontorkan di awal akan tertutupi.

“Jadi karena punya uang maka bisa investasi di teknologi, kemudian kenyamanan warga akan meningkat dan secara otomatis profit meningkat,” kata Seno.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper