Bisnis.com, JAKARTA — Pita frekuensi 3,5 GHz di Indonesia untuk saat ini menjadi primadona yang diperebutkan.
Ada dua hal yang sama-sama penting yang membutuhkan pita frekuensi tersebut yaitu, operasional satelit untuk mendukung bisnis yang ada saat ini atau internet cepat 5G untuk mendukung Revolusi Industri 4.0 sebagaimana wacana Presiden Joko Widodo.
Ericsson sebagai vendor yang paling getol dalam mempresentasikan 5G di Indonesia, belum lama memaparkan mengenai Ericsson Mobility Report Juni 2019.
Disebutkan di sana bahwa penyerapan 5G secara global terjadi lebih cepat dari waktu yang diperkirakan sebelumnya pada laporan November 2018, seiring dengan penyebaran 5G oleh operator dan pengguna gawai yang beralih ke 5G.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa pelanggan 5G akan mencapai 1,9 miliar pada 2024, angka ini naik 27% dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya pada November 2018 yang memprediksi hanya 1,5 miliar pengguna 5G pada 2024.
Pada laporan tersebut diperkirakan juga pada 2024, jangkauan 5G mencapai 45% dari populasi dunia, bahkan jika menggunakan teknologi spectrum sharing milik Ericcson, yang memungkinkan implementasi 5G pada pita frekuensi LTE, angkanya bisa menjadi 65% dari seluruh populasi dunia.
Masih dalam laporan yang sama, diperkirakan pada akhir 2024 lalu lintas data secara global mencapai 131 Exabytes (EB). Data 5G berkontribusi hingga 35% dari total lalu lintas data seluler tersebut.
Sementara itu di Asia Tenggara dan Oseania, penggunaan data seluler per bulan diperkirakan akan tumbuh hingga tujuh kali lipat, dari 2,3 EB pada 2018 menjadi 16EB pada 2024.
Lebih lanjut, Amerika Utara diprediksi akan menjadi wilayah tercepat dalam penyerapan 5G, dengan 63% pengguna ponselnya akan terhubung ke 5G pada tahun 2024. Sementara itu, di posisi kedua adalah negara-negara Asia Timur Laut (dengan 47%) dan diikuti oleh Eropa (40%).
Adapun, mengenai pemanfaatan 5G, Ericcson melalui ConsumerLab Ericcson juga sempat melakukan penilitian terhadap 3.500 pelanggan yang tersebar di 22 negara, dengan sebanyak 1.500 pelanggan berasal dari Indonesia dan mewakili opini 41 juta pengguna ponsel pintar.
Hasilnya, ditemukan bahwa pengguna ponsel pintar bersedia membayar harga layanan data Rp30.000 lebih mahal untuk menikmati layanan5G, adapun early adopter justru bersedia membayar Rp50.000 lebih besar.
Responden melihat bahwasnya Augmented Reality dan telepon holografik 3D menjadi dua model utama yang akan menggunakan 5G.
Adapun, untuk prediksi pola konsumsi, diperkirakan rata-rata penggunaan data ponsel melalui perangkat 5G dapat meningkat hingga 60G- 110 GB per bulan, untuk pengguna ponsel pintar dengan konsumsi data yang besar.
Lebih mengkrucut lagi, 1.500 responden di Indonesia, mengharapkan pengalaman baru berinternet dengan 5G, dapat membawa dampak positif bagi berbagai sektor dari aplikasi untuk konsumen hingga industri otomotif.
Sebanyak 75% responden percaya kecepatan ultra-high internet dan konektivitas 5G dapat memfasilitasi masyarakat untuk bekerja di mana saja. Sementara itu, 67% responden mengatakan bahwa konektivitas internet 5G di mobil akan sama pentingnya dengan efisiensi bahan bakar dalam 5 tahun mendatang.
Responden juga berharap agar 5G dapat membantu mengatasi kepadatan jaringan di perkotaan dalam waktu dekat karena sebanyak enam dari 10 pengguna ponsel pintar mengaku menghadapi permasalahan jaringan di wilayah padat penduduk.
Sejumlah laporan yang dikeluarkan oleh Ericcson ini seakan mengisyaratkan bahwa 5G perlu hadir di Indonesia, selain karena global telah menerapkan 5G.
Lantas apa permasalahan 5G di Indonesia? Banyak permasalahan, salah satunya Indonesia belum memiliki alokasi spektrum frekuensi untuk 5G. Alokasi spektrum umumnya disesuaikan dengan persiapan handset atau gawai agar beban biaya yang ditanggung oleh konsumen tidak terlalu besar.
Berdasarkan Ericcson Mobility Report Juni 2019, disebutkan pada 2019 ini, terdapat sejumlah vendor yang telah meluncurkan ponsel pintar yang mendukung jaringan 5G.
Untuk di high band pada rentang frekuensi 28 GHz—39 GHz terdapat dua ponsel pintar yang telah mendukung 5G. Kemudian pada rentang frekuensi mid band frekuensi 3,5 GHz dan 2,6 GHz terdapat dua ponsel juga yang telah mendukung 5G.
Adapun 12 dari 23 operator seluler di seluruh dunia yang telah bekerja sama dengan Ericcson mayoritas memnafaatkan 3,5 GHz.
Diketahui alasan operator di luar negeri menggunakan 3,5 GHz karena mid band secara cangkupan lebih luas sehingga operator tidak perlu berinvestasi banyak. Selain itu, konsumen juga tidak perlu merogoh uang terlalu mahal karena handset yang mendukung fitur 5G sudah tersebar di sejumlah negara tahun ini.
Adapun jika menggunakan gelombang magnetik di frekuensi tinggi, maka perusahaan perlu memiliki antena berukuran kecil atau small cell di area yang lebih sempit dari jaringan 4G bisa beroeperasi. Selain itu, operator juga harus merombak infrastruktur untuk mendukung kapasitas tinggi di tiap small cell.
Sayangnya frekuensi 3,5 GHz saat ini sudah memiliki tuan yaitu satelit.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sempat menyampaikan jika Indonesia benar-benar membutuhkan 5G dalam waktu dekat, kemungkinan frekuensi yang akan digunakan adalah Extended C di 3,5 GHz. Sistem pemanfaatannya dengan berbagi frekuensi atau sharing dengan satelit.
Hanya saja gagasan tersebut ditolak oleh sejumlah pemain satelit. Mereka beragumen, Pertama, dari sisi regulasi penerapan sistem berbagai fekuensi bertentangan dengan Peraturan Pemerintah no.53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Kedua, kemungkinan terjadi interferensi atau gangguan jaringan.