Bisnis.com, JAKARTA — Aksi mogok massal Google memaksa CEO Google Sundhar Pichai buka suara tentang kasus pelecehan seksual di lingkungan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Dalam surat elektronik yang dikirimkan untuk para karyawannya, Pichai menyatakan komitmennya untuk menangani kasus pelecehan seksual di lingkungan Google dengan serius. Dia juga berjanji akan lebih transparan dalam menangani kasus tersebut.
Pria yang menduduki posisi tertinggi di Google sejak 2015 itu mengatakan bahwa dalam beberapa waktu terakhir dia dan para pimpinan Google mendengar berbagai keluhan serta masukan dari karyawannya dan memutuskan untuk tidak membiarkannya begitu saja.
“Kami sadar mungkin selama ini kami tidak sepenuhnya benar dan kami meminta maaf akan hal tersebut. Sangat jelas bahwa saat ini kami harus melakukan perubahaan,” tulis Pichai dalam suratnya, seperti yang Bisnis kutip dari laman resmi Google, Senin (12/11/2018).
Lebih lanjut Pichai juga membeberkan langkah-langkah apa saja yang akan mereka tempuh selanjutnya.
Dalam hal transparansi penanganan kasus misalnya, Google akan menyerahkan pilihan arbitrase baik bagi kasus pelecehan seksual individual maupun klaim penyerangan seksual. Selain itu, mereka juga akan memberikan lebih banyak perincian tentang penyelidikan dan hasil pelecehan seksual di perusahaan sebagai bagian dari Laporan Investigasi Google.
Google juga merombak cara mereka dalam menangani dan menanggapi kekhawatiran-kekhawatiran karyawannya dalam 3 cara yakni membuat satu laman khusus untuk pelaporan kasus termasuk layanan live support di dalamnya, membolehkan karyawan yang melakukan pengaduan mendapat pendampingan dari orang terdekat, serta memberikan perhatian khusus selama dan sesudah proses aduan yang mencakup konseling dan dukungan karir.
“Kami akan memperbarui dan memperluas pelatihan mengenai kekerasan seksual. Mulai sekarang jika ada Googlers [karyawan Google] yang tidak menamatkan pelatihannya maka akan mendapat rating satu di form penilaian mereka,” tambah Suchai.
Buntut lainnya, perusahaan yang berbasis di Cupertino, California, Amerika Serikat ini berencana menata ulang sistem kerja mereka untuk 2019 mendatang, demi membuat kultur kerja yang lebih inklusif bagi semua karyawan. Mereka juga akan merilis laporan bulanan mengenai perkembangan rencana baru ini.
“Terima kasih atas semua masukan yang kalian berikan. Meski dalam waktu-waktu sulit seperti sekarang ini, kami akan terus berkomitmen dalam membuat tempat kerja yang lebih baik,” tutupnya.
Awal bulan ini tepatnya Kamis (1/11/2018), ratusan pegawai Google di 20 kantor perwakilan seluruh dunia melayangkan protes melalui aksi walk out. Mereka melakukan protes terkait isu pelecehan seksual di kalangan eksekutif Google.
Aksi yang dimulai pukul 11 siang waktu lokal di masing-masing lokasi ini merupakan buntut dari laporan investigasi The New York Times pada 25 Oktober 2018. Dalam laporan tersebu,t Google disebutkan berusaha melindungi sejumlah eksekutif perusahaan dari tuntutan pelecehan seksual.
Salah satunya Andy Rubin, pencipta Android yang meninggalkan Google pada Oktober 2014. Alih-alih memecat Rubin secara tidak terhormat dan memberi sedikit pesangon, Google justru memberi US$90 juta saat ia meninggalkan Google.