Masyarakat Semakin Cerdas dalam Mencerna Informasi

Demis Rizky Gosta
Sabtu, 5 Mei 2018 | 10:58 WIB
Dari kiri ke kanan: Abdul Manan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Septiaji Nugroho, Direktur Eksekutif AJI Indonesia Eva Danayanti, Head of Google News Initiative for Asia Pacific Irene Jay Liu, dan Regional Director for Asia Programs Internews Brian D. Hanley dalam Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5)./Istimewa
Dari kiri ke kanan: Abdul Manan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Septiaji Nugroho, Direktur Eksekutif AJI Indonesia Eva Danayanti, Head of Google News Initiative for Asia Pacific Irene Jay Liu, dan Regional Director for Asia Programs Internews Brian D. Hanley dalam Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5)./Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Pergeseran pola penyebaran informasi di era digital membuat peredaran konten negatif dan misinformasi semakin marak. Untungnya, masyarakat kini semakin cerdas mencerna informasi mengandalkan berita yang disiarkan media massa.

Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Niken Widiastuti menjelaskan saat ini 90% dari informasi yang beredar di publik disebarkan oleh pemirsa. Di sisi lain, produsen konten hanya berperan dalam penyebaran 10% informasi di dunia maya.

"Kalau 90% yang disebarkan itu berita bohong atau hoaks, bayangkan bahayanya," katanya dalam Trusted Media Summit 2018, Sabtu (5/5/2018).

Namun, masyarakat kini semakin berhati-hati dalam mencerna informasi yang beredar melalui media sosial. Edelman Trust Index menunjukkan kepercayaan masyarakat Indonesia atas media dan pemerintah semakin tinggi di tengah peredaran misinformasi di dunia maya yang berdampak ke dunia nyata.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan menyatakan dampak paling berbahaya dari misinformasi adalah respons pengambil kebijakan.

"Jika informasi yang didapat salah, ini berarti kebijakan yang diambil berdasarkan data yang salah. Ini tentu berdampak kepada publik," terangnya.

Abdul menuturkan penurunan kepercayaan publik terhadap platform media sosial mengembalikan perhatian publik kepada produk jurnalistik. Jurnalis dan perusahaan media diimbau untuk semakin kritis dan hati-hati dalam mengelola informasi.

"Verifikasi yang dilakukan harus jauh lebih besar upayanya. Jika informasinya tidak bisa diverifikasi, sebaiknya jangan dipublikasikan atau menyertakan disclaimer," tambahnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Annisa Margrit
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper