Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri e-commerce menilai rencana penerapan pajak untuk belanja daring diskriminatif. Perlakuan berbeda diterapkan pada pedagang di platform marketplace dan platform media sosial.
Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur, dan Keamanan Siber IdEA Bima Laga menyatakan umumnya anggota asosiasi mengapresiasi penyederhanaan tarif pajak penghasilan menjadi 0,5% dari sebelumnya 1% bagi UKM yang bertindak sebagai pedagang di dalam platform marketplace.
“Tapi yang amat kita sayangkan adalah mengapa aturan ini hanya mengatur secara spesifik kepada marketplace. Sementara pedagang yang berjualan di kanal lain seperti sosial media misalnya, sama sekali tidak tersentuh aturan ini,” ujarnya.
Terlebih, platform e-commerce sebelumnya telah diminta oleh Badan Kebijakan Fiskal dan Ditjen Pajak berperan sebagai agen penyetor pajak pedagang. Akibatnya, setiap marketplace memperoleh beban tambahan dengan memastikan seluruh pedagangnya memiliki NPWP.
“Jika tidak punya, kami mesti buatkan NPWP virtual, itu dibebankan kepada marketplace. Sudah begitu kami juga yang pungutkan dan setorkan pajaknya,” ujarnya.
Sementara itu, perdagangan dari melalui platform sosial media tak mesti memastikan pedagangnya memiliki NPWP.
“Itu mengapa kami melihatnya kok agak diskriminatif, mestinya yang berjualan di sosial media juga wajib memiliki NPWP. Itu salah satu usulan kami yang simpel, perlakuan yang sama itu mutlak agar terjadi keseimbangan,” ujarnya.