Crowde Siapkan Rp100 Miliar Untuk Modal Petani

N. Nuriman Jayabuana
Kamis, 25 Januari 2018 | 18:34 WIB
Petani memanen padi di persawahan Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (17/1/2018)./Antara-Budi Candra Setya
Petani memanen padi di persawahan Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (17/1/2018)./Antara-Budi Candra Setya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan rintisan urun investasi pertanian, Crowde, bertekad menyalurkan pendanaan terhadap lebih dari 100.000 petani pada 2018.

Sepanjang tahun lalu, platform itu menjangkau 5.000 petani yang tersebar di 276 desa di seluruh Indonesia dengan nilai pembiayaan investasi senilai Rp15 miliar.

CEO sekaligus pendiri Crowde Yohanes Sugihtononugroho menargetkan penyaluran pembiayaan pada tahun ini mampu menembus Rp100 miliar. Sepanjang tahun lalu, platform itu menyalurkan pembiayaan investasi senilai Rp15 miliar kepada petani.

“Fokus kita tahun ini membuka akses permodalan kepada lebih dari 100.000 petani. Dana yang ingin kami salurkan semoga bisa menembus Rp100 miliar,” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/1).

Crowde merupakan platform urun investasi atau crowd investing yang berfokus menyalurkan pendanaan terhadap sektor agrikultur. Perusahaan rintisan itu sudah melibatkan sebanyak 9.000 pengguna aktif yang berinvestasi kepada beragam proyek pertanian. Pada tahun ini, Crowde menargetkan mampu mencapai 50.000 basis investor.

“Crowde itu ide intinya patungan investasi untuk permodalan petani,” ujarnya.

Pengguna platform itu dapat berinvestasi langsung terhadap beragam proyek pertanian dengan kisaran kebutuhan investasi senilai Rp5 juta sampai Rp300 juta.

Setiap pengguna dapat mulai patungan dengan menempatkan dana mulai dari Rp10 ribu untuk memperoleh imbal hasil berkisar 15% per proyek pertanian. Crowde memonetisasi komisi sebesar 3% dari total penanaman modal yang terealisasi.

Yohanes menyatakan salah satu tantangan terbesar bagi sektor pertanian di Indonesia merupakan keterbatasan akses modal petani.

Menurutnya, penetrasi penyaluran kredit mikro kepada sektor pertanian masih belum optimal lantaran bisnis pertanian dianggap belum bankable. Akibatnya, petani banyak mengandalkan permodalan dari tengkulak yang mengincar benefit tinggi tanpa mau berbagi resiko.  

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper