Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia siap mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik atau ITE dan Peraturan Pemerintah 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE).
Dukungan asosiasi/ Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) untuk PSTE khususnya dititikberatkan pada pasal 17 ayat 2, tentang kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.
“Untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya, juga untuk meningkatkan pendapatan Negara dan meningkatkan industri kreatif di Indonesia,” demikian dituliskan IDPRO melalui rilis yang dikutip Minggu (2/12/2017).
Baca Juga iForte Ekspansi ke Bisnis Data Center |
---|
Dukungan terhadap rencana pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk merevisi aturan dalam PP tentang PSTE itu terlebih yang berkaitan dengan penempatan data center di Indonesia.
Kalamullah Ramli, Ketua IDPRO, berharap agar pemerintah dapat segera menerbitkan aturan turunan yang lebih detail dan mengikat untuk menumbuhkembangkan ekosistem Digital Economy pada umumnya dan industri Data Center (pusat data) nasional pada khususnya yang berdaya guna dan berdaya saing.
“Kami siap bekerja sama dengan Pemerintah dan memberikan asupan konstruktif bagi terumuskannya peraturan dan kebijakan yang mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan peluang investasi yang kondusif, serta membangun iklim kompetisi yang sehat dan melindungi kepentingan bangsa dan negara, khususnya di era Digital Economy,”ungkapnya.
Dengan jumlah pengguna internet yang sudah mencapai 137 juta orang (sesuai data APJII November 2016) dan juga tumbuh suburnya perusahaan rintisan di Indonesia yang bahkan diperkirakan mencapai 13.000 unit hingga 2020, maka aturan yang tegas merupakan peluang data center untuk mengelola dan melindungi.
IDPRO memaparkan, dalam peraturan yang ketat tentang pemanfaatan data, di bulan September 2017, Facebook dikenakan denda oleh Pemerintah Spanyol melalui AEPD (Agencia Espanola de Proteccion de Datos/Spanish Data Protection Agency), senilai USD$1,44 juta atas pelanggaran memanfaatkan data informasi personal dari pengguna Facebook di Spanyol untuk keperluan periklanan.
AEPD mendapati Facebook mengumpulkan data detail tentang gender, agama, kegemaran individu, hingga data situs halaman yang di-browsing oleh jutaan pengguna Spanyol tanpa seizin pemiliknya.
Selain Spanyol, Hongkong pun menerapkan kebijakan yang ketat dalam hal data warganya melalui aturan Personal Data Privacy Ordinance.
Sehingga, menurut Kalamullah Ramli, untuk kebijakan penempatan data center di dalam negeri bagi layanan publik atau layanan yang menyimpan data strategis Warga Negara, posisi Indonesia tidak sendirian.
“Berdasarkan laporan dari Oxford University, Rusia dan China telah menerapkan kebijakan serupa. Brasil berencana menerapkan kebijakan yang mirip. Jerman juga memiliki Privacy Laws yang sangat ketat dan rigid,” katanya.
Menurut IDPRO, Indonesia dapat belajar dari China dalam memajukan industri TIK dengan sangat pesat.