Bisnis.com, JAKARTA — Operator seluler nasional diimbau menawarkan tarif yang rasional kepada pelanggan supaya bisa menjaga kelangsungan usaha secara berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) M. Danny Buldansyah menilai ada anomali dalam industri seluler. Hampir seluruh operator seluler mengalami kinerja keuangan yang buruk, padahal seharusnya menjadi pusat ekosistem. Di sisi lain, pertumbuhan sektor pendukung seperti penyediaan menara, dan distributor kartu justru melonjak pesat.
Pria yang juga menjabat Wakil Direktur Utama PT Hutchison Tri Indonesia mengatakan, jika operator bisa menjaga laba bersih sebesar 10% dari pendapatan usaha itu sudah menjadi hal yang bagus.
“Harga itu relatif terhadap pemasukan. Masalahnya banyak operator melakukan kesalahan dengan cenderung memberikan gratis ke pelanggan tanpa edukasi. Konsekuensinya, menyehatkan tarif itu menjadi berat, karena ada pemain lain melakukan hal sama,” jelas Dhanny di Jakarta, Senin(29/5/2017).
Direktur Service Management XL Axiata Yessie D Yosetya selama ini XL sudah menawarkan tarif sesuai dengan profil yang ditargetkan.
“XL mengemas produk sesuai dengan karakteristik pengguna. Tentunya semua komponen cost sudah diperhitungkan, termasuk memperhitungkan profitabilitas produk,” ungkapnya.
Penawaran tarif promosi adalah ongkos belajar yang dilakukan XL selama ini. Namun kini pihaknya mengaku sudah mulai memangkas bonus kuota, serta melakukan efisiensi agar profitabilitas bisa lebih terjaga.
Analis PT Binaartha Securities Reza Priyambada melihat penawaran tarif kompetitif tak bisa dilepaskan dari mekanisme pasar. Pada kenyataannya, pelanggan meminta tarif murah, tetapi di sisi lain menuntut layanan juga lebih baik.
“Kalau dilihat EBITDA dari emiten operator itu pada kisaran 40%—60%. Artinya ada pendapatan yang terpangkas operasional sebesar itu. EBITDA ini kan menunjukkan kesehatan keuangan dari perusahaan,” ulasnya.
Investigator Utama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Daniel Agustino menambahkan, level tarif yang rasional bisa diperiksa melalui survei terhadap konsumen di pasar bersangkutan.
“Jika konsumen ada permintaan terus, dan harga turun, berarti harga yang sebelumnya ditawarkan bisa jadi kemahalan. Nah, kita harus bisa lihat sampai di titik mana itu bertahan harga turun terus,” paparnya.
Anggota Komisi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengatakan operator sudah maksimal melakukan efisiensi untuk bisa memberikan tarif kompetitif bagi pelanggan.
Pada kesempatan sama, Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai sewajarnya margin yang diambil operator berada pada kisaran 35%—50%. Formulasi tarif yang dibuat regulator itu untuk memberi keleluasaan bagi operator dalam berkompetisi, sekaligus juga mencegah operator menerapkan tarif yang terlalu rendah.