Bisnis.com, JAKARTA - Kendati aturan turunan dalam Undang-undang Perasuransian tentang batas kepemilikan saham asing belum diputuskan, gagasan pemberian keistimewaan terhadap sejumlah perusahaan terlanjur menjadi perhatian.
Seperti diketahui, UU No.40/2014 tentang Perasuransian mengamanatkan adanya Peraturan Pemerintah (PP) untuk menentukan batas kepemilikan saham asing di industri asuransi.
Pembuatan PP mengenai kepimilikan saham asing harus sudah rampung maksimal dua tahun enam bulan sejak disahkannya UU tersebut atau paling lambat pada 2017.
Aturan kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi memang diharapkan tetap mengacu PP No.39/2008 tentang Perubahan Kedua Penyelenggaraan Perusahaan Perasuransian yang saat ini masih berlaku. PP itu jelas menyebutkan batas kepemilikan asing dalam perusahaan asuransi adalah 80%.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, ada 11 perusahaan joint venture asuransi jiwa dan lima perusahaan joint venture asuransi umum yang kepemilikan saham asing di atas 80% sampai akhir 2014. Perusahaan-perusahaan itulah yang berpeluang diberikan kelonggaran terkait dengan pengetatan kembali kepemilikan saham asing.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani mengatakan perusahaan yang mengantongi izin baru akan dikenakan ketentuan kepemilikan asing. “Sedangkan yang sekarang sudah di atas 80% tidak [dikenai aturan itu], kecenderungannya seperti itu dari diskusi awal.”
Otoritas Jasa Keuangan terus berdialog secara intensif dengan Kementerian Keuangan demi merumuskan format yang paling ideal terkait dengan pengaturan kepemilikan saham asing.
“Masih rapat awal. Di diskusi itu, kami mencari angka [kepemilikan saham asing]. Namun, pengaturannya cenderung hanya mengenai bisnis yang baru saja, yang eksisting tetap dibiarkan seperti saat ini.”
Pertimbangannya, komposisi kepemilikan saham perusahaan joint venture saat ini terdiri dari 90% asing dan 10% lokal. Firdaus mencermati, kondisi itu tak ideal, karena untuk menjual sesuai dengan ketentuan yang nanti ditetapkan, misalnya 80% minimal, perusahaan akan kesulitan mencari investor lokal.
“Kemudian, ada perasaan bahwa kita harus memberikan penghargaan kepada mereka untuk berinvestasi sudah cukup lama, memberikan kesempatan kerja sudah cukup banyak, dan laba yang mereka kumpulkan juga tidak dibawa ke sana. Semua ditumpuk di sini dibandingkan dengan aset mereka yang tingkat dunia. Jadi kita harus apresiasi.”
Baca Juga: FIRDAUS DJAELANI: Menggeber Penajaman Regulasi
Angka kepemilikan saham asing tetap akan diatur pada peraturan pemerintah, bukan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Dalam ketentuannya nanti, Firdaus tetap berharap aturan dan penetapan angka kepemilikan asing dibuat lebih fleksibel.
“Misalnya, kalau suatu saat perusahaan harus tambah modal dalam rangka ekspansi, sementara, misalnya angka diatur fixed minimal 60% untuk asing dan 40% untuk lokal. Lalu, bagaimana kalau lokalnya tidak kuat menambah modal? Agak sulit, masa perusahaan tersebut jadi tidak bisa ekspansi?”
Toh, perlu disadari, menggelembungnya kepemilikan saham asing di perusahaan asuransi lokal yang didirikan berdasarkan joint venture antara investor lokal dan asing lebih banyak disebabkan minimnya kemampuan investor lokal untuk menambahkan modal.
Investor lokal pun cenderung ogah-ogahan terlibat di industri asuransi karena profil usahanya yang cukup rumit. Sedangkan di sisi lain, investor asing sudah siap untuk masuk ke industri ini dengan modal yang cukup besar. Jadi, dengan kondisi itu, arah kebijakannya memang patut dinanti. (Irene Agustine, Thomas Mola, Anggara Pernando, Surya Mahendra Saputra)