Bisnis.com, TANGERANG— Hubungan pelaku industri dengan akademisi alias peneliti dalam penemuan inovasi belum sinergis tampak dari inovasi yang dipakai pelaku usaha 58% dari luar negeri.
Oleh karena itu jangan heran jika hasil riset di berbagai pusat penelitian maupun perguruan tinggi hanya menumpuk jadi makalah. Tidak banyak dari hasil riset itu terimplementasi menjadi inovasi yang diaplikasikan secara nyata oleh industri.
“Ini disebabkan belum adanya chemistry yang sama,” ucap Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti Muhammad Dimyati, di Tangerang, Rabu (25/11/2015).
Dia tidak menyalahkan salah satu pihak. Menurutnya, peneliti kerap kali melakukan riset berdasarkan keinginan dan idealismenya sendiri. Sementara itu pelaku industri sendiri kurang kooperatif dengan perguruan tinggi untuk menyampaikan kebutuhannya.
Untuk mengintensifkan hubungan keduanya, kementerian mejalinkan nota kesepahaman antara forum rektor dan Kadin Indonesia. Selain itu aktivitas magang perlahan diklaim mulai diperkuat. Mahasiswa tidak sekadar kuliah kerja lapangan tetapi sembari memantau kebutuhan-kebutuhan industri.
“Kami sekarang juga membuat grand design nasional, ini memetakan riset kita beberapa tahun ke depan henak dibawa ke mana. Akhir tahun ini adalah draf pertama,” tutur Dimyati.
Semua itu perlu ditempuh secara serius untuk meningkatkan serapan hasil riset oleh industri. Jika tidak, bisa-bisa semakin banyak industri yang menyerap inovasi dari luar negeri lantas tinggal menerapkan di Indonesia. Apabila demikian, Dimyati menyebutnya, Indonesia akan dijajah secara intelektual.