Penjahat Siber Kian Canggih, Perusahaan & Pengguna Internet Masih Lengah

Samdysara Saragih
Kamis, 23 Juli 2015 | 12:36 WIB
Kejahatan perbankan/Ilustrasi-www.moneter.co
Kejahatan perbankan/Ilustrasi-www.moneter.co
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor korporasi dan pengguna Internet dinilai sama-sama berperan untuk mencegah serangan para peretas di dunia maya.

Direktur Pelaksana F5 Networks Indonesia Fetra Syahbana meyakini perangkat keamanan konvensional yang kini diadopsi para perusahaan tidak lagi cukup memadai untuk mengatasi berbagai ancaman serangan siber modern.

“Mereka butuh platform mitigasi yang mampu menyediakan perlindungan terhadap aplikasi perusahaan yang tersebar di lintas platform dan ekosistem, baik on premise, cloud, maupun hibrid,” katanya dalam siaran pers, Kamis (23/7/2015).

Namun, dia mengakui bila pemenuhan prasyarat tersebut memiliki tingkat kerumitan, juga berbiaya tinggi. Untuk menyiasatinya, para perusahaan dapat memilih dua alternatif.

Pertama, menanamkan investasi untuk merekrut dan menggaji tim internal keamanan teknologi informasi perusahaan. Kedua, mengadopsi solusi keamanan berbasis langganan seperti layanan keamanan hibrid yang disediakan para vendor.

“Bagaimanapun, mereka perlu mengantisipasi kecanggihan, frekuensi, dan teknik serangan siber yang berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu,” ucapnya.

Selain itu, Fetra juga menilai faktor pengguna tidak kalah penting untuk menghindari kejahatan siber. Dia mengungkapkan banyak pengguna Internet yang serampangan membeberkan data pribadi ke situs-situs yang belum jelas latar belakangnya.

“Kelengahan ini dimanfaatkan penjahat siber untuk aktivitas kejahatan mereka,” ujarnya.

Fetra mengatakan kebiasaan tersebut selaras dengan digitalisasi yang terus mewabah di Indonesia. Saat ini, dia mencontohkan, transaksi finansial dilakukan di Internet apalagi dengan banjirnya situs-situs jual beli.

Riset BMI Research memprediksi jumlah transaksi belanja daring di Indonesia akan mencapai Rp50 triliun pada tahun ini, atau meningkat dua kali dari 2014 yang sebesar Rp21 triliun.

Namun, pada 2014, Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure (Id-SIRTII) juga mencatat ada 48,8 juta serangan siber melanda dunia maya Indonesia.

Fakta tersebut, menurut dia, dapat mengancam kelangsungan hidup industri perdagangan, penyedia layanan, dan transaksi finansial daring. 

Menurut Fetra, para peretas biasanya menyerang sistem, jaringan, dan aplikasi teknologi informasi untuk mendatkan data pengguna di berbagai perusahaan. Dia mencontohkan insiden malware Dyreza atau Dyre yang berhasil mencuri lebih dari US$1 juta dari akun bank korporat.

“Insiden ini merupakan salah satu serangan terbesar yang menargetkan institusi perbankan,” ujarnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper