SINGAPORE MEDIA FESTIVAL: Konvergensi, Harga Mati

Ratna Ariyanti
Sabtu, 13 Desember 2014 | 08:47 WIB
 Aktris asal Thailand Chontida Asavahame, pemain perempuan utama Chiang Khan Story berpose seusai pemutaran film dalam perhelatan Singapore Film Festival. / Bisnis-rar
Aktris asal Thailand Chontida Asavahame, pemain perempuan utama Chiang Khan Story berpose seusai pemutaran film dalam perhelatan Singapore Film Festival. / Bisnis-rar
Bagikan

Bisnis.com, SINGAPURA — Konvergensi alias integrasi antara media tradisional dengan media baru yang memanfaatkan Internet merupakan strategi yang harus terus diperkuat bagi penyedia konten.

Dalam Singapore Media Festival, yang tahun ini menggabungkan empat perhelatan, yaitu Singapura International International Film Festival, Asian Television Awards, Asia TV Forum & Market, dan ScreenSingapore, konvergensi menjadi satu topik yang berulang kali disebut di dalam forum.

Penggunaan perangkat genggam, terutama di kalangan konsumen berusia muda membuat para pengelola media tak bisa lagi mengandalkan strategi lama, yang hanya mengandalkan media tradisional.

Lawrence Wong, Menteri Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda, yang juga merangkap sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura, menyinggung perubahan kebiasaan ini dalam sambutannya pada pembukaan Asia Television Forum & Market dan ScreenSingapore, Rabu (10/12/2014).

Pada era 80-an, penduduk Singapura misalnya terbiasa menikmati serial drama di stasiun televisi Channel 8. Anggota keluarga berkumpul selepas makan malam dan bersama-sama mengikuti jalinan cerita di dalam drama tersebut. Keesokan harinya, di rumah atau di tempat kerja, orang-orang akan menjadikan kisah yang semalam dilihat sebagai bahan obrolan. Mereka juga saling menebak apa kira-kira yang terjadi pada episode malam nanti.

“Saat ini kondisi media kita sudah berubah,” tutur Wong. Penduduk Singapura kian terbiasa menikmati konten lewat Internet. Tren ini tak hanya terlihat di Singapura saja. Perubahan kebiasaan mengakses konten ini merupakan hal yang makin jelas terlihat di dunia. Ericsson, penyedia layanan teknologi dan infrastruktur, dalam laporannya yang dirilis pada bulan lalu menyebutkan akses video dari perangkat genggam akan melonjak 10 kali lipat dan menyumbang 55% terhadap total trafik data bergerak alias mobile data pada 2020.

Virat Patel, Managing Director untuk Asia di Venture Consulting, menyebutkan bahwa 75% dari pengguna Internet di sejumlah negara di Asia menyaksikan video online. Patel mengingatkan bahwa tantangan bagi pengelola televisi adalah kemampuan menghadirkan tayangan ke beragam format perangkat. “Jalan menuju strategi baru ini tentu saja tidak akan mulus. Perlu juga dicari keseimbangan antara bekerja dengan platform yang berbeda dan mengembangkan platform over-the-top [OTT],” ujarnya, dalam presentasi pada hari pertama konferensi Asia Television Forum & Market dan ScreenSingapore, Selasa (9/12/2014).

Selain kemampuan menghadirkan konten dalam beragam perangkat, pengelola televisi juga perlu memperhatikan kustomisasi konten. Bukan lagi menyiarkan konten secara masif, tapi lebih pada memberikan variasi dan membiarkan konsumen memilih sesuai dengan kebutuhan mereka. Media sosial juga memegang peran penting. Produsen konten perlu memaksimalkan media sosial. Melalui media sosial, penyedia konten dapat mengetahui komentar penonton secara langsung. Ini merupakan masukan yang penting bagi penyedia konten untuk terus berinovasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ratna Ariyanti
Editor : Setyardi Widodo
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper