Merger XL-Axis: Ini Alasan Kemenko Perekonomian Minta Ditinjau Ulang

Ismail Fahmi
Senin, 24 Februari 2014 | 08:03 WIB
Ilustrasi Merger XL-Axis/JIBI
Ilustrasi Merger XL-Axis/JIBI
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Rencana merger antara PT XL Axiata dan PT Axis Telekom Indonesia masih menimbulkan kontroversi. Terkait hal tersebut Kementerian Perekonomian meminta agar merger antara kedua operator telekomunikasi itu dikaji ulang.

Asisten Deputi Menko Perekonomian Bidang Telematika dan Utilitas Eddy Satriya mengatakan merger antara XL dan Axis jangan sampai melanggar aturan dan harus sejalan dengan regulasi yang ada.

“Kami tidak dalam posisi mendukung atau menolak dulu tapi harus diluruskan megernya untuk apa, targetnya apa dan apakah memang berdasar aturan atau tidak? Kami hanya bisa secara netral mengomentari kalau terjadi problem  akhirnya kerugian kedua belah pihak baik dari sisi pegawai, argo, dari bidang pendapatan,” ujarnya Jakarta, seperti dilansir situs Menko Perekonomian, Senin (24/2/2014).
 
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan ketidaksetujuannya terhadap renana merger dua perusahaan telekomunikasi tersebut. Menurutnya,  spectrum frekuensi adalah bagian dari sumber daya terbatas yang dikelola negara, karenanya harus dimanfatkan untuk sebesar-besarnya kepentingan negara.
 
Menurut Menko, berdasarkan aturan yang ada frekuensi tidak bisa dipindah tangankan melainkan harus dimanfaatkan untuk memberikan pendapatan kepada negara.  Menko juga menilai  juga menilai dalam kasus XL dan Axis tidak bisa begitu saja memindahtangankan spectrum frekuensi kepihak manapun dan dengan alas an apapun, baik itu asas komersialisasi maupun kerjasama.
 
“Apapun alasannya spectrum frekuensi itu tidak bisa dikomersialkan, Dia (Axis) harus mengembalikannya ke pemerintah yang kemudian baru pemerintah yang mengaturnya,” tuturnya.
 
Sementara itu, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan merger XL dan Axis ini berpeluang merugikan Negara sedikitnya Rp2 triliun.
 
Menurutnya,  jika frekuensi yang digunakan Axis dikembalikan dulu ke negara untuk kemudian dilakukan proses tender, justru akan lebih menguntungkan negara.

“Jika sebagian frekuensi eks Axis yakni 1800 Mhz dialihkan langsung ke XL, maka negara justru rugi karena tidak memperoleh pendapatan maksimal," paparnya.
 
Dengan tender sebagian frekuensi,  ia mencatat potensi penerimaan BHP frekuensi dari Axis sampai 10 tahun ke depan yakni hingga 2023 hanya mencapai Rp 15,931 triliun.

Rinciannya berasal dari  BHP frekuensi pita 2,1 GHz Rp 6,992 triliun dan BHP frekuensi pita 1800 MHz sebesar Rp 8,939 triliun.
 
Bila seluruh spektrum Axis ditarik dan dilakukan lelang pada tahun 2014 maka potensi penerimaan BHP frekuensi sampai dengan tahun 2023, yakni BHP frekuensi pita 2,1 GHz sebesar Rp 8,356 triliun dan BHP frekuensi pita 1800 MHz Rp 9,672 triliun. Sehingga total pendapatan mencapai Rp 18,028 triliun.
 
“Kesimpulannya jika seluruh spektrum frekuensi milik Axis tidak dilelang, maka pemerintah rugi hingga hingga Rp 2 triliun”, tegasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper