DAVID JOHN BEYNON Membangun Awareness

Selasa, 11 Juni 2013 | 23:57 WIB
Bagikan

Dunia asuransi seperti sudah menjadi bagian dari kehidupan David John Beynon. Selama 40 tahun berkarier, pria asal Selandia Baru ini merasa bukan saja memperoleh pendapatan tinggi, namun juga pengalaman berharga. Bagaimana gaya dan resepnya dalam mengelola bisnis proteksi di PT Tokio Marine Life Indonesia ini? Bisnis mewawancarai chief executive officer tersebut baru-baru ini. Berikut petikannya:

Bagaimana awalnya sehingga Anda tertarik pada bisnis asuransi?

Saya dahulu seorang guru. Seperti halnya di sini, guru di negara Barat, [Inggris/United Kingdom] sangat dihormati. Saya bisa menafkahi keluarga, membeli rumah, pergi ke bar pada sore hari, dan liburan di hotel pada akhir pekan. Tapi saya butuh pekerjaan lain.

Di luar jam kerja sebagai guru, satu-satunya pekerjaan yang bisa saya dapat saat itu adalah menjadi pengumpul sampah, dari rumah ke rumah. Memang tukang sampah di sana beda [ya] dengan di sini. Saya kaget setelah mengetahui gaji pertama dari pekerjaan ini. Gila ya, saya baru tahu ternyata gaji tukang sampah 50% lebih besar dibandingkan dengan gaji guru. Saat itu saya punya teman dari asuransi, dia mengajak saya menjadi agensi. Lebih mengagetkannya lagi, dalam 1 bulan pertama, saya sudah mendapat gaji [setara dengan] 1 tahun sebagai seorang guru.

Apa rahasianya sehingga bisa mendapat penghasilan sebesar itu?

Saya merasa tidak sedang melakukan pekerjaan atau pun jualan tetapi membantu orang membeli. Jangan mencoba menjual sesuatu yang orang lain tidak butuhkan, tetapi bantu mereka membeli apa yang benar-benar mereka butuhkan. Saat pertemuan pertama, saya kadang tidak membicarakan produk sama sekali, yang saya bicarakan adalah daftar kebutuhannya dan apa yang paling dia butuhkan. Jika dia bilang butuh pendidikan anak, saya akan tanyakan bagaimana anak-anak Anda, ke mana ingin melanjutkan sekolah?

Jika ingin ke perguruan tinggi, berapa biayanya, dan saya akan carikan jalan keluarnya. Saya kemudian kembali lagi menawarkan produknya. Jadi pertemuan kedua sudah tuntas, sebab saya katakan ini bukan prioritas saya tetapi prioritas Anda. Saya hanya mencoba membantu apa yang dia ingin beli, bukan menjual produk kepadanya. Dengan demikian, prosesnya menjadi nyaman karena saya tidak memaksa dia harus membeli sesuatu, tetapi mencarikan solusi untuk memenuhi kebutuhanya.

Jadi intinya, kita harus membantu orang memahami kebutuhan mereka.Oleh karena itu, saya selalu tekankan untuk tidak memaksa menjual.

Bagaimana Anda mencermati praktiknya saat ini?

Sekitar 90% bisnis masih melakukan cara seperti itu, tetapi kami berbeda dengan yang lain. Kami bertindak sebagai konsultan yang membantu Anda mendapatkan yang dibutuhkan.

Dari pengalaman saya selama 1 bulan pertama menjual, semakin saya berkonsentrasi membantu seseorang mendapatkan yang dibutuhkan, saya mendapatkan apa yang saya butuhkan. Jadi makin baik saya membantu orang, semakin tinggi penghasilan saya. Jika saya hanya berkonsentrasi pada apa yang saya butuhkan, hasilnya tidak akan terlalu bagus.

Bagaimana Anda mengaplikasikan pengalaman itu ke dalam perusahaan?

Kami membuat segitiga bisnis, yakni klien, perusahaan, dan distributor. Dalam hal ini, produk kami harus memberikan keuntungan yang baik bagi klien, long term profit bagi perusahaan, dan kompensasi yang reasonable bagi distributor/agen. Jika senjang maka tidak bagus, jadi harus seimbang. Sebelum merekrut agen, kami sudah desain produk seperti ini.

Sebagai contoh, hampir 90% kasus yang terjadi pada produk unit linked di negara ini, disebabkan tidak ada alokasi premi untuk investasi pada tahun pertama. Semua premi tahun pertama Anda akan hangus. Kami meluncurkan produk unit linked dengan 20% premi tahun pertama pada investasi.

Mengapa demikian?

Ini nilai yang bagus bagi klien, tetapi untuk mendapatkan skema itu kami harus memotong komisi agen dan mereka tidak keberatan. Meski demikian, agen bisa mendapatkan klien lebih banyak, klien dapat alokasi lebih besar pada tahun pertama, dan perusahaan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Ketiga pihak itu saling menguntungkan dan terkait.

Lalu apa upaya Anda untuk masuk ke bisnis asuransi jiwa, apalagi Tokio Marine selama ini lebih dikenal oleh kalangan industri sebagai perusahaan asuransi umum?

Tokio Marine Life Indonesia bisa dikatakan sebagai perusahaan baru. Perusahaan ini terbentuk setelah kami mengambil alih MAA berikut 60 pekerjanya, kami rekapitalisasi dan mengubah namanya yang telah disetujui oleh regulator akhir tahun lalu. Kami rekrut tambahan 50 orang untuk administrasi.

Tantangan yang kami hadapi bukan soal sumber daya manusia atau produk, melainkan brand awareness. Kami melakukan beberapa hal untuk itu, seperti membangun billboard elektronik di beberapa lokasi.

Kami mendesain ulang produk dan merekrut banyak agen. Awalnya, kami menargetkan bisa merekrut 1.000 agen sampai dengan akhir tahun ini, tetapi sekarang saya yakin bisa merekrut 2.000—3.000 agen.

Tokio Marine terkenal di kalangan industri Jepang di Indonesia. Bagaimana Anda membangun awareness  terkait dengan produk baru?

Kalangan industri sudah mengenal baik untuk produk non-jiwa kami, ada 1.500 perusahaan klien. Mereka tahu nama Tokio Marine tetapi karyawan mereka belum. Yang penting, kami bukan perusahaan Jepang, kami perusahaan Indonesia yang beroperasi di Indonesia dengan pemegang saham Jepang. Dari seluruh 110 karyawan yang bekerja di sini, hanya satu orang Jepang yang bekerja penuh di manajemen. Untuk membangun awareness tidak hanya melalui iklan, tetapi bertatap muka secara langsung.

Makin banyak kami merekrut agen, makin banyak orang yang membicarakan produk kami. Seperti dicapai oleh Manulife, yang sudah terkenal dari sebelumnya tidak banyak orang tahu ketika saya pertama masuk. Berdasarkan pengalaman, 95% produk life insurance dipahami melalui tatap muka secara langsung, bukan lewat Internet atau iklan.

Apa target Anda untuk bisnis baru ini?

Kami benar-benar memulai bisnis ini pada Januari 2013, sebab produk asalnya bermerek MAA. Kami meluncurkan produk baru akhir tahun lalu, sekarang memang masih kecil. Saat ini kami punya 150 full time agen, ditambah 300 agen sedang proses lisensi sehingga kami akan punya 450 agen, di samping ada produk baru.

Rencana awal, kami menargetkan 12 miliar APE (annualize premium equivalent) sampai dengan akhir tahun ini. Namun, target baru kami sekarang 45 miliar APE, hampir 4 kali lipat dari rencana awal, seiring dengan rekrutmen agen yang cepat. Kami yakin bisa capai 300 miliar single premium [30 miliar APE],ditambah 15 miliar regular premium, sehingga totalnya menjadi 45 miliar APE.

Ke depan, apa yang akan Anda andalkan, asuransi jiwa atau umum?

Kami jual produk berdasarkan delapan kebutuhan finansial, yakni pembiayaan pendidikan, akumulasi kekayaan, investasi kekayaan, kesehatan, income replacement, pensiun, legacy planning, dan business continuation. Kami punya produk-produk yang men-cover semua kebutuhan itu.

Pada dasarnya, kami membangun bisnis dengan menjual melalui agen, tetapi akhir tahun ini kami juga bergerak menuju bank insurance. Saat saya bekerja di Manulife, saya punya 19 bank distribution agreement dan menghasilkan premi triliunan rupiah. Jadi kesempatan besar karena bank insurance didukung layanan yang baik dari bank.

Pengalaman apa saja yang Anda bawa ke Tokio Marine?

Saya menjual polis pertama pada 15 Juni 1973. Jadi, pada 15 Juni nanti, saya sudah 40 tahun di bisnis ini. Selama 40 tahun itu, saya mendapatkan banyak pengalaman dan nilai perusahaan yang sangat kuat. Ada 10 corporate value [Tokio Marine], tiga nilai yang pertama yakni fokus pada konsumen karena dalam bisnis ini kami harus memegang teguh janji. Jadi kami harus fokus kepada kebutuhan konsumen.

Kedua integritas yang menjadi pegangan kokoh Tokio Marine yang beroperasi di 40 negara. Kami punya tagline: global presence, local focus. Jadi kami bawa best practice dari pengalaman 40 tahun saya, pengalaman Jepang dalam IT konsumen, yang dijalankan oleh orang Indonesia. Ini yang membedakan kami dengan perusahaan multinasional yang dikendalikan oleh para ekspatriat.

Saya berharap ketika saya meninggalkan Tokio Marine, yang memimpin perusahaan ini adalah orang Indonesia.

Berdasrakan pengalaman, apa beda pasar [asuransi jiwa] di Indonesia dengan negara lain?

Tidak banyak perbedaan, kecuali bahasa. Perbedaan utama antara Asia dan Barat, adalah masyarakat Asia mengutamakan pendidikan anak-anak. Orang Asia akan berkorban agar anaknya bisa masuk ke perguruan tinggi dan mendapatkan pendidikan terbaik, sedangkan di Barat tidak terlalu begitu.

Perbedaan kedua adalah orang Asia sangat menghormati orang yang lebih tua, jadi di Asia kita bisa menemui satu keluarga besar mulai dari cucu, anak, kakek, bahkan buyut dalam satu rumah. Di Barat, orang tua yang sudah uzur sering dititipkan di panti jompo. Saya tidak melakukannya, tapi banyak orang yang melakukan demikian. 

Namun, delapan kebutuhan utama yang diidentifikasi Tokio Marine berlaku di semua negara,seperti Jepang, Inggris, Australia, Amerika Serikat, di mana saja sama. Di Barat, pembiayaan pendidikan tidak di nomor satu tetapi mungkin nomor 4 atau 5.

Di Barat yang pertama mungkin life benefit, saving, investasi atau kesehatan, baru kemudian pendidikan. Namun, delapan kebutuhan itu sama tetapi budaya berbeda. Di Inggris [UK], saya datang menemui Anda dan menjelaskan produk mungkin sekitar 1 jam. Di Filipina, Anda mungkin butuh lima kali pertemuan, di Indonesia sekitar dua kali pertemuan terutama untuk membangun kepercayaan. Di Asia lebih pada penjualan berdasarkan hubungan, sedangkan di Barat lebih sulit dan harus cepat menyelesaikan bisnis. Namun kebutuhan tetap sama.

Apa yang akan Anda lakukan setelah pensiun?

Saya senang mengubah hidup orang lain menjadi lebih baik, jadi saya sebenarnya tidak ingin pensiun. Pekerjaan saya ini kontrak 3 tahun, sekarang 1 tahun pertama saya. Jadi saya masih punya 2 tahun sebelum pensiun. Tapi saya tidak mau pensiun, saya  mengunjungi istri saya beberapa pekan lalu di Selandia Baru dan bicara soal masa pensiun.

Dia bilang, oke mari bayangkan pada Juni 2015 saya pensiun, Saat minggu sore, lalu apa yang akan kamu lakukan esoknya? Memasak, main golf? Baiklah. Lalu bagaimana besoknya dan besoknya lagi, dan seterusnya. Kemudian saya sadar dan dia juga sadar, saya seharusnya tidak pernah pensiun, ha- ha-ha.. Setelah perusahaan ini siap dan saya serah terimakan kepada orang lain, saya akan cari pekerjaan baru.

Pewawancara: Hery Lazuardi

 

Biodata

Nama:                        

David John Beynon

Tempat/Tgl Lahir:     

Wells, Somerset, Inggris, 19 Juni 1950

Pendidikan:

Warwick University- Coventry UK,

1971

Wells Blue School- Wells Somerset UK,

1968

Pengalaman Karier:

CEO Tokio Marine Life Insurance Indonesia,

sekarang

CEO Tokio Marine Life Singapore,

2010

CEO/Presdir Manulife Financial Indonesia,

2006

Special Advisor of Temasek Holdings Singapore,

2004

Regional CEO/Vice Chairman John Hancock International SEA, Singapura,

2001

CEO John Hancock Assurance Singapore,

2000

Independent Consultant, Eropa dan AS,

1996

CEO J Rothschild International Assurance, UK,

1994

CEO HSBC Personal Financial Services UK,

1992

Board Director of Sales, Marketing & Distribution Development Allied Dunbar UK

1989

Sales Development Director of Allied Dunbar, UK,

1988

Regional Sales Director Allied Dunbar, UK,

1985

Training Director of Allied Dunbar UK,

1977

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis :
Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper