Bisnis.com, JAKARTA – Peritel ternama asal Inggris, Marks & Spencer (M&S), mengungkapkan bahwa serangan siber besar-besaran yang menargetkan sistem digital perusahaan diperkirakan menyebabkan kerugian operasional hingga 300 juta poundsterling atau sekitar US$403 juta sepanjang tahun fiskal berjalan.
Jika dikonversikan ke rupiah berdasarkan kurs Jisdor per Rabu (21/5/2025) sebesar Rp16.413 per dolar AS, maka nilai kerugian tersebut setara dengan kurang lebih Rp6,61 triliun.
Gangguan akibat serangan tersebut masih berlangsung dan diperkirakan baru akan sepenuhnya pulih pada Juli mendatang. Layanan pemesanan online untuk produk pakaian, perlengkapan rumah, dan kecantikan harus dihentikan sejak akhir April 2025.
Alhasil, karena adanya serangan siber tersebut, perusahaan kini menggunakan sistem manual untuk mendistribusikan barang-barang ke gerai.
Chairman Marks & Spencer, Archie Norman mengatakan setelah bertahun-tahun bekerja keras, M&S telah mulai menunjukkan potensi penuhnya.
"Namun dalam dunia bisnis, saat Anda merasa sedang dalam kondisi baik, berbagai kejadian bisa saja menjatuhkan Anda," katanya mengutip Reuters, (21/5/2025).
Perusahaan menyatakan bahwa metode distribusi manual yang diterapkan sementara ini menyebabkan keterlambatan pasokan dan meningkatkan biaya operasional, terutama untuk produk makanan dan pakaian. Meski penjualan di toko fisik relatif stabil, platform digital M&S mengalami penurunan penjualan yang cukup signifikan.
M&S menargetkan dapat memulihkan sekitar 85% layanan penjualan online untuk produk pakaian dan rumah tangga dalam beberapa minggu ke depan. Kendati demikian, tidak ada rincian lebih lanjut yang disampaikan terkait strategi pemulihan jangka panjang.
Perlu diketahui, M&S memiliki sebanyak 65.000 staf dan 565 toko. Alhasil, peretasan itu akan mengakibatkan hilangnya laba operasi sekitar 300 juta poundsterling dalam tahun fiskal yang berakhir Maret 2026.
Demi meminimalisir dampak keuangan, M&S berupaya menekan kerugian melalui pengendalian biaya internal dan mengajukan klaim asuransi atas gangguan yang terjadi. Namun belum ada penjelasan apakah seluruh kerugian dapat ditutup dengan cara tersebut.
Insiden ini menambah daftar panjang serangan siber terhadap sektor ritel Inggris dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan seperti Co-op dan Harrods juga mengalami gangguan sistem digital yang berdampak pada operasional dan layanan pelanggan mereka.
Serangan terhadap M&S sekaligus meningkatkan urgensi sektor ritel untuk memperkuat ketahanan sistem keamanan siber mereka, terutama di tengah peningkatan ketergantungan pada platform digital dalam melayani konsumen.