Ekonom Sebut Relaksasi TKDN Berisiko Picu Relokasi Pabrik Teknologi Informasi

Lukman Nur Hakim
Selasa, 8 April 2025 | 18:02 WIB
Pengunjung melihat smartphone di gerai Erafone di Jakarta, Senin (30/9/2024). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung melihat smartphone di gerai Erafone di Jakarta, Senin (30/9/2024). Bisnis/Abdurachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economics and Law Studies (Celios) menilai rencana relaksasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) berisiko membuat pabrik perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tutup dan hengkang dari Indonesia 

Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menyebut beberapa produsen ponsel global sudah memiliki pabrik di Indonesia sebagai syarat untuk menjual produk milik mereka ke pasar dalam negeri.

Ketika perusahaan-perusahaan yang telah taat terhadap regulasi TKDN melihat adanya pesaing yang bisa mengimpor produk tanpa perlu membangun manufaktur di Indonesia, mereka akan kecewa.

“Maka perlu hati-hati dalam menyikapi masalah TKDN ini . Jangan sampai relaksasi TKDN justru merugikan industri secara luas,” kata Huda kepada Bisnis, Selasa (8/4/2025).

Huda mengatakan, relaksasi TKDN bagi produk ICT memang dapat dipertimbangkan. Mengingat dinamika yang terjadi, seperti kasus tarik ulur dengan Apple yang telah menyita banyak energi. 

Terlebih, pemerintah ingin mendorong pengembangan produk ICT dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk luar.

Namun, tantangan besar seperti keterbatasan infrastruktur, bahan baku, hingga sumber daya manusia yang ada di Indonesia, membuat iklim usaha di sektor teknologi belum sepenuhnya berkembang. 

“Relaksasi ini bisa menjadi jalan untuk masuknya teknologi baru ke Indonesia,” ucapnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi mengingatkan bahwa mengurangi ketentuan TKDN berisiko besar bagi industri komponen lokal yang saat ini tengah berkembang. 

Banyak industri komponen lokal yang bergantung pada pesanan dari pabrik ponsel besar, sehingga kebijakan pengurangan TKDN dapat menyebabkan mereka terpuruk. 

“Sehingga harus berhati-hati, jangan sampai jadi bunuh diri ekonomi, karena industri dalam negeri bakal kalah saing dengan impor murah,” ujar Heru.

Selain itu, Heru juga menyoroti potensi dampak jangka panjang dari penurunan TKDN, yakni meningkatnya ketergantungan Indonesia pada impor komponen. 

Apalagi, Heru menyebut berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri elektronik di Indonesia sudah menggunakan 80% komponen impor, yang menunjukkan bahwa ketergantungan pada komponen asing sudah cukup tinggi.

Sebagai alternatif, Heru menyarankan bukan mengurangi ketentuan TKDN, tetapi meningkatkan persentase TKDN dengan fokus pada pengembangan inovasi, bukan sekadar perakitan.

“Misalnya, kembangkan chip lokal atau komponen bernilai tinggi, seperti yang sukses Vietnam lakukan,” tuturnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Lukman Nur Hakim
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper