Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Telekomunikasi meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bertindak cepat memberantas Base Transceiver Station (BTS) palsu.
Pemancar sinyal 2G itu kerap digunakan digunakan oleh oknum untuk menyebarkan SMS penipuan dengan salah satu targetnya adalah perbankan.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward menjelaskan BTS palsu atau “Fake BTS” dengan teknologi 2G sering digunakan untuk mengirimkan SMS tanpa identitas kartu operator.
Penipu berusaha memanfaatkan kelemahan pada desain protokol 3GPP, yang memungkinkan kemudahan dan keandalan komunikasi data, namun dengan sistem keamanan yang minim.
“BTS palsu ini menjadi sarana efektif bagi pelaku kejahatan untuk menyebarkan SMS penipuan atau bahkan virus dan trojan yang berbahaya,” ujar Ian kepada Bisnis, Selasa (4/3/2025).
Dia mengatakan bahwa oknum yang menggunakan BTS palsu ini menyasar seluruh pengguna layanan seluler, terutama yang masih menggunakan teknologi 2G. Masyarakat yang masih bergantung pada teknologi 2G seperti menerima kode OTP lewat SMS, berisiko menjadi korban.
“Banyak yang menawarkan jasa yang diawali dengan melakukan SMS blasting menggunakan BTS palsu,” kata Ian.
Ian tidak memiliki data spesifik, tetapi dia menduga bahwa fenomena ini telah berlangsung cukup lama dan makin marak seiring dengan meningkatnya kasus penipuan digital. Kasus-kasus ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah yang masih mengandalkan jaringan 2G.
Meskipun teknologi telah berkembang, Ian mengingatkan bahwa ancaman tidak terbatas pada jaringan 2G saja. Ini menunjukkan bahwa evolusi teknologi tidak serta merta menghilangkan risiko penipuan digital.
“Sebenarnya untuk 4G ke atas pun banyak yang melakukan penipuan dengan message lainnya,” jelasnya.
Ian mengatakan pemberantasan BTS palsu menjadi prioritas pihak berwenang. Namun, dia menekankan bahwa tantangan utama terletak pada kesadaran masyarakat.
Masyarakat harus mengetahui cara membedakan antara SMS penipuan dengan SMS asli, untuk mencegah praktik penipuan.
“Tantangannya adalah masyarakat sadar keamanan berkomunikasi. Baik 2G/4G/5G semua dapat dilakukan untuk penyebaran informasi penipuan; yang penting masyarakat sadar akan keamanan data,” tegasnya.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengambil tindakan tegas terhadap kasus penyalahgunaan frekuensi radio yang digunakan untuk menyebarkan SMS penipuan dengan metode fake base transceiver station (BTS).
Kasus ini terungkap setelah Komdigi menerima banyak laporan dari masyarakat terkait maraknya SMS penipuan belakangan ini yang dikirim bukan oleh operator seluler resmi.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan, dirinya telah memerintahkan Ditjen Infrastruktur Digital (DJID) mengambil sejumlah langkah untuk menangani kasus ini.
“Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon SFR) juga sudah dikerahkan guna memantau dan melacak sumber sinyal frekuensi radio ilegal yang digunakan para pelaku," kata Meutya dalam keteranganya, Senin (3/3/2025).
Meutya menjelaskan bahwa dengan menggunakan perangkat fake BTS atau BTS palsu, para pelaku dapat memancarkan sinyal seolah-olah sebagai BTS operator resmi. Dengan cara ini pelaku mengirim SMS secara massal ke ponsel di sekitarnya tanpa terdeteksi oleh sistem operator.
Sebelumnya, ramai di media sosial mengenai pesan SMS penipuan yang menyasar sejumlah nasabah perbankan. Uniknya, SMS penipuan ini menggunakan kanal resmi. Nasabah penerima pesan diarahkan pada website, yang digunakan aktor untuk menyedot data dan uang nasabah.