Bisnis.com, JAKARTA - Data pribadi penduduk Indonesia terancam 'digadaikan' dalam kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) yakni terkait tarif impor resiprokal.
Sebaimana diketahui, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah antara AS dan Indonesia di berbagai sektor, termasuk di sektor digital terkait proses pengolahan data pribadi.
Di sektor tersebut, Donald Trump lewat keterangan resmi Gedung Putih menyebut AS dan RI menghapus hambatan perdagangan digital dengan berencana merampungkan komitmen mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi.
Sejumlah komitmen diambil oleh Indonesia, salah satunya memberikan kepastian atas kemampuan memindahkan data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke AS melalui pengakuan bahwa AS memberikan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia.
Namun, perlindungan data yang dijanjikan AS diragukan banyak pihak, termasuk Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI). Ketua Umum ACCI, Alex Budiyanto mengatakan AS berbeda dengan Eropa yang telah memiliki aturan pelindungan data pribadi atau General Data Protection Regulation, seperti di Indonesia.
Negeri Paman Sam belum memiliki regulasi pasti yang mengatur hal tersebut, sehingga perusahaan yang memperjualbelikan atau bocor datanya, tidak dapat diberi sanksi.
Ilustrasi data center / JIBI
“AS belum punya undang-undang federal untuk perlindungan data pribadi. Jadi, harusnya data kita tidak boleh masuk ke sana,” kata Alex kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).
Dia mengatakan AS hingga saat ini belum punya UU PDP versi mereka. AS hanya meminta data pribadi Indonesia untuk dikelola di sana tanpa ada jaminan perlindungan hukum.
Artinya, jika terjadi pelanggaran di AS, Indonesia tidak punya instrumen hukum untuk menuntut atau menghukum.
“Di Indonesia ada UU-nya, di Eropa ada GDPR. Tapi di AS? Tidak ada. Makanya ini jadi masalah,” kata Alex.
Sementara itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengingatkan bahwa perlindungan data adalah inti dari keamanan dan ketahanan siber nasional.
Pada era digital, data pribadi sudah menjadi tulang punggung di hampir seluruh sektor – mulai dari perbankan, kesehatan, hingga energi. Kemudahan transfer data lintas negara yang tak diatur dengan jelas pada akhirnya mengabaikan eksistensi UU PDP dan menurunkan kedaulatan digital Indonesia.
"Siapa yang bisa menjamin kalau data warga Indonesia bocor di Amerika? Cara menuntutnya bagaimana?" tegas Ardi.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pengambilan data pribadi masyarakat oleh AS harus mendapat persetujuan pemilik data pribadi.
“Persetujuan juga dibutuhkan jika data akan dibagi kepada pihak lain. Jika masyarakat sebagai pemilik data pribadi setuju, maka ada aturan berikut. Sharing data haruslah bersifat resiprokal,” kata Heru.
Respons Pemerintah
Kekhawatiran banyak pihak akan keamanan data pribadi yang bebas dipindahkan oleh AS sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Kepala negara menekankan negosiasi dengan AS masih terus berjalan termasuk mengenai kesepakatan yang tengah ramai dibahas oleh masyarakat saat ini.
“Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” kata Prabowo di JICC usai menghadiri Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu (23/7/2025) malam.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa persoalan transfer data pribadi yang tercantum dalam kesepakatan bersama telah dijalankan dengan prinsip tanggung jawab negara. Menurutnya, Indonesia telah mematuhi prinsip-prinsip perlindungan data yang diminta.
"Itu sudah, transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab," katanya.
Pemerintah Amerika Serikat dan Republik Indonesia menyepakati Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, atau Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik, yang akan memperkuat hubungan ekonomi bilateral dan membuka akses pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi eksportir kedua negara.
Dalam kesempata berbeda, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa ketentuan transfer data antarnegara tetap tunduk pada regulasi nasional, termasuk Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan aturan teknis yang berlaku.
“Keleluasaan transfer data yang diberikan kepada Amerika maupun negara mitra lainnya hanya untuk data-data komersial, bukan untuk data personal/individu dan data yang bersifat strategis,” ujar Haryo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Respons kekhawatiran sejumlah pihak terhadap potensi kebocoran atau akses bebas atas data domestik oleh pihak asing, dia mengklaim bahwa pengelolaan data pribadi maupun data strategis tetap berada di bawah pengawasan ketat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Haryo, aspek teknis terkait kebijakan data lintas negara berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo Digital) yang menjadi leading sector untuk pengaturan lebih rinci.