Gejolak Google Awal 2025: Bisnis Cloud Lesu, Bermasalah dengan KPPU

Lorenzo Anugrah Mahardhika,Lukman Nur Hakim
Sabtu, 15 Februari 2025 | 08:40 WIB
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
CEO Alphabet Inc. Sundar Pichai saat wawancara di kampus Googles Bay View, California, Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2024). / Bloomberg-David Paul Morris
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA  — Google menghadapi serangkaian kejadian kurang baik pada awal 2025. Di tengah kelesuan bisnis komputasi awan (cloud), raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) dinyatakan melakukan praktik monopoli oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Kinerja induk usaha Google, Alphabet Inc. mencatatkan hasil di bawah ekspektasi pada kuartal IV/2024 akibat pertumbuhan bisnis cloud-nya yang melambat.

Unit bisnis cloud Google terdampak ledakan AI. Investasi mengalir ke AI dari Startup, pasar Google Cloud. Perusahaan rintisan menjadi pelanggan karena mereka membutuhkan lebih banyak daya komputasi untuk pekerjaan mereka, tetapi tidak secepat yang diharapkan. 

Penjualan sekitar US$12 miliar pada kuartal IV/2024 yang dicatatkan Google meleset dari perkiraan. Google Cloud masih tertinggal di belakang Amazon.com Inc. dan Microsoft Corp. dalam hal ukuran.

Para investor mendesak Alphabet untuk menunjukkan bahwa mereka mempertahankan momentum di seluruh bisnisnya karena mereka menghabiskan lebih banyak biaya untuk AI, dan karena persaingan di pasar itu semakin ketat.

Manajer portofolio senior di Synovus Trust, Dan Morgan, menambahkan raksasa teknologi itu kini berada di bawah tekanan yang meningkat untuk menunjukkan bagaimana investasinya dalam AI menghasilkan keuntungan bisnis yang nyata.

Morgan mengatakan keuntungan terbesar dari ledakan AI mungkin tidak datang ke perusahaan seperti Google yang mendorong model tersebut, tetapi ke perusahaan yang mengkhususkan diri dalam chip.

"Anda tidak ingin menjadi orang-orang yang menambang emas. Anda ingin menjadi orang yang menjual pilihan kepada mereka," ujarnya.

Rencana pembangunan pusat data dan infrastruktur Alphabet untuk kecerdasan buatan menyebabkan peningkatan lebih dari 3% dalam saham Broadcom Inc. dalam perdagangan pra-pasar.

Logo Google Cloud
Logo Google Cloud

Pada kuartal tersebut, laba bersih Alphabet adalah US$2,15 per saham, dibandingkan dengan estimasi Wall Street sebesar US$2,13 per saham.

Iklan pencarian menghasilkan penjualan sebesar US$54 miliar, sedikit mengalahkan estimasi analis. Google telah lama mendominasi pasar, yang baru-baru ini terancam oleh pesaing AI dan tantangan antimonopoli.

Monopoli

Pada Agustus, seorang hakim AS memutuskan bahwa Google memonopoli pasar pencarian melalui transaksi ilegal. Departemen Kehakiman dan sekelompok negara bagian juga menuduh bahwa Google telah melanggar undang-undang antimonopoli untuk teknologi yang digunakan untuk membeli dan menjual iklan situs web, yang merugikan penerbit dan pengiklan dalam prosesnya. Proses utama dalam kedua kasus tersebut diharapkan pada 2025.

Di Indonesia, Google juga menghadapi tuntutan yang sama. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda senilai Rp202,5 miliar kepada raksasa teknologi Google. Ini merupakan nilai denda terbesar sepanjang sejarah di KPPU.

Dalam keterangan resmi KPPU yang dikutip pada Sabtu (1/2/2025), angka tersebut bahkan melampaui total denda terkait perkara kartel sapi impor di Jabodetabek pada 1 April 2016 lalu yang sebesar Rp170 miliar.

“Besaran denda sebesar Rp 202,5 miliar telah dijatuhkan KPPU kepada Google LLC dalam Perkara Nomor 03/KPPU- I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan b, dan Pasal 25 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System,” tulis keterangan resmi itu.

Dilanjutkannya, dalam putusan pada 21 Januari 2025 kemarin, pengenaan besaran denda mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2021 tentang pelaksanaan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

“Majelis Komisi menentukan perhitungan besaran denda berdasarkan total penjualan yaitu paling banyak sebesar 10% dari total penjualan pada pasar bersangkutan dan kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang,” sebutnya.

Adapun, Majelis Komisi menetapkan periode waktu dalam perkara ini dimulai sejak Google LLC mewajibkan para pengembang aplikasi untuk menggunakan Google Play Billing System pada aplikasi yang memiliki transaksi pembelian di dalamnya, yakni 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.

Sementara itu, untuk nilai total penjualannya, Majelis Komisi menggunakan laporan Google LLC periode 2022-2023 yang teraudit dan diserahkan kepada Komisi Sekuritas serta Bursa Amerika Serikat.

“Data total penjualan tersebut dilaporkan untuk tingkat dunia dan untuk seluruh produk yang dihasilkan Google LLC. Akumulasi total penjualan tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan rata-rata total penjualan Google LLC yang bersumber dari Google Play Store di Indonesia selama periode Juni 2022 – Desember 2024,” pungkasnya.

Google melakukan banding atas keputusan tersebut. Google menilai KPPU melakukan kesalahan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper