Bisnis.com, JAKARTA— Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Google memecat seorang karyawan karena memprotes proyek Google untuk militer Israel bernilai US$1,2 miliar.
Dilansir dari The Verge, Google telah mengonfirmasi kebenaran pemecatan karyawannya pada awal pekan ini. “Perilaku ini tidak baik, apa pun masalahnya, dan karyawan tersebut dipecat karena melanggar kebijakan kami," kata juru bicara Google Bailey Tomson dalam pernyataan email kepada The Verge, dikutip pada Sabtu (9/3/2024).
Pemecatan dilakukan karena karyawan dinilai mengganggu rekan kerja yang sedang memberikan presentasi dan mengganggu acara resmi yang disponsori perusahaan, tepatnya konferensi teknologi tahunan Israel di New York, "Mind the Tech".
Di acara tersebut, Direktur Pelaksana Google Israel Barak Regev memang melakukan presentasi terkait Proyek Nimbus, yakni proyek penyediaan layanan komputasi awan (cloud) kepada militer dan pemerintah Israel.
Proyek tersebut bernilai US$1,2 miliar atau Rp18,7 triliun. Selain Google, proyek tersebut juga melibatkan raksasa teknologi asal AS lainnya, Amazon.
Di tengah presentasi oleh Barak Regev, karyawan Google yang memakai baju oranye dan mengidentifikasi dirinya sebagai insinyur di divisi Cloud Google berdiri dan mengatakan bahwa dirinya menolak membuat teknologi untuk genosida.
"Saya menolak untuk membuat teknologi yang akan dipergunakan untuk genosida dan apartheid," katanya. Setelahnya ia dipaksa keluar dari ruangan oleh petugas.
Atas pemecatan itu, organisasi yang menentang Proyek Nimbus, yakni No Tech For Apartheid mempublikasikan pernyataan sikapnya. Organisasi tersebut menilai bahwa pemecatan merupakan upaya Google untuk membungkam para pekerja dan menyembunyikan kegagalan moral perusahaan.
“Sebagai Insinyur Perangkat Lunak Cloud yang menangani teknologi penting yang memungkinkan Proyek Nimbus dijalankan di pusat data Israel yang berdaulat, pekerja ini berbicara atas dasar keprihatinan pribadi yang mendalam tentang dampak langsung dan kekerasan dari pekerjaan mereka," tulis No Tech For Apartheid dalam pernyataannya.
Sebelumnya, 90 karyawan Google dan 300 karyawan Amazon membuat surat terbuka di laman resmi Guardian untuk memprotes proyek tersebut. Para karyawan menilai teknologi yang dikembangkan dalam Proyek Nimbus memungkinkan pengumpulan data dan pengawasan lebih lanjut yang melanggar hukum dan memfasilitasi perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina.
Dokumentasi juga menunjukan bahwa teknologi cloud yang dikembangkan nantinya akan memberikan Israel kemampuan untuk deteksi wajah, kategorisasi gambar otomatis, pelacakan objek, bahkan analisis konten emosional dari gambar, ucapan, serta tulisan.
Lebih dari 600 karyawan Google juga telah menandatangani surat yang berisikan penolakan terhadap acara konferensi "Mind the Tech" kepada Kepemimpinan Pemasaran Google.
"Tolong menarik diri dari Mind the Tech, sampaikan permintaan maaf, dan dukung Google serta pelanggan yang putus asa atas banyaknya korban jiwa di Gaza. Kami membutuhkan Google untuk bekerja lebih baik," tulisan dalam surat tersebut mengutip dari Wired.
Insinyur Perangkat Lunak YouTube Zelda Montes, juga mengatakan bahwa solidaritas pekerja sangat penting untuk menyuarakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) Israel yang digunakan untuk genosida terhadap rakyat Palestina.
“Meski pemimpin kita terus mengecewakan, saya harap kita sebagai pekerja Google merasa lebih berdaya untuk berjalan bersama dan bertanya pada diri sendiri apa lagi yang bisa kita lakukan untuk secara kolektif melawan teknologi yang digunakan untuk genosida,” kata Montes