AS Minta ByteDance Divestasi TikTok, Khawatir Keamanan Nasional Terganggu

Crysania Suhartanto
Kamis, 7 Maret 2024 | 20:24 WIB
Logo ByteDance Ltd. di kantornya yang berlokasi di Singapura, Jumat (4/8/2023). - Bloomberg/Ore Huiying
Logo ByteDance Ltd. di kantornya yang berlokasi di Singapura, Jumat (4/8/2023). - Bloomberg/Ore Huiying
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen Amerika Serikat akan meminta raksasa teknologi Bytedance untuk mendivestasi media sosial TikTok. Perusahaan asal China itu diberi waktu 6 bulan untuk berpisah dengan TikTok.

Dikutip dari Asia Nikkei, hal ini seturut dengan regulasi baru yang bertajuk Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act.Rencananya, pemungutan suara baru dilakukan pada Kamis (7/3/2024). Adapun jika berhasil, regulasi ini akan disahkan per Selasa (12/2/2024). 

Diketahui, peraturan tersebut melarang adanya toko, aplikasi, atau layanan hosting web di Amerika Serikat yang dikendalikan oleh pihak yang dianggap musuh asing.

Ketua komite China di parlemen AS, Mike Gallagher menyebut regulasi ini hadir untuk mengatasi masalah keamanan nasional yang dimiliki oleh kepemilikan aplikasi dari China.

Gallagher mengatakan Partai Komunis Tiongkok memiliki "tangan yang mendalam dalam cara kerja" ByteDance, karena di Tiongkok tidak ada yang namanya perusahaan swasta.

“Ini adalah pesan saya kepada TikTok: putus dengan Partai Komunis Tiongkok atau kehilangan akses ke pengguna Amerika Anda,” kata Gallagher, dikutip dari Nikkei Asia. 

Adapun sebelum disahkan, RUU tersebut akan menjalani sidang rahasia dengan FBI, Departemen Kehakiman, dan Kantor Direktur Intelijen Nasional.

Mengutip dari The Register, TikTok akan mengalami banyak kerugian jika RUU tersebut menjadi undang-undang. Aplikasi video viral ini baru merayakan kenaikan pengguna aktif bulanan di Amerika Serikat tahun lalu. Jumlah itu meningkat menjadi 170 juta.

Adapun berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, pelanggar atau dalam hal ini ByteDance dapat dikenakan denda hingga $5.000 per pengguna. 

Di sisi lain, TikTok menyebut permintaan divestasi ini merupakan larangan total terhadap TikTok. Larangan ini menginjak-injak hak amandemen masyarakat Amerika dan mencabut lapangan kerja bagi 5 juta UMKM setempat. 

Pada kesempatan tersebut, TikTok menegaskan belum dan tidak akan membagikan data pengguna AS kepada pemerintah China. 

Lebih lanjut, di Amerika Sendiri, regulasi ini juga menimbulkan pertentangan. Freedom of Press Fondation mengatakan upaya tersebut akan membungkam jutaan orang Amerika, termasuk banyak jurnalis yang akan menggunakan platform tersebut untuk mencari berita.

Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) juga menyebut upaya tersebut merupakan hal yang inkonstitusional dan mendesak para pendukungnya untuk mengirim pesan pada perwakilan mereka yang menentang tindakan tersebut. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper