Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut regulasi Publisher Right tentang kerjasama antara platform digital dengan media massa, tidak mengatur sanksi, termasuk sanksi pemblokiran.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan, jika ada platform digital yang tidak sepakat pada regulasi ini, ada sebuah komite yang bertugas untuk mediasi hingga sepakat.
“Mediasi oleh komite untuk mencapai kesepakatan kerja sama. Komite nanti akan menyusun tata kelola atau prosedurnya,” ujar Usman kepada Bisnis, Minggu (26/2/2024).
Alhasil, tenggat mediasi antara platform digital dengan media juga ditentukan oleh komite. Diketahui, komite ini akan dibuat dan diisi oleh Dewan Pers, lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi pers di Indonesia.
Namun, karena regulasi baru disahkan pada (19/2/2024), Usman mengatakan komite tersebut belum dibuat dan Kemenkominfo tengah mendorong Dewan Pers untuk segera membentuk komite mediasi tersebut.
Adapun Kemenkominfo memberikan tenggat waktu 6 bulan untuk membentuk komite tersebut dan penyusunan SOP. Kemudian, regulasi Publisher Right juga mulai berlaku 6 bulan setelah disahkan, yakni Agustus 2024.
Usman mengatakan penentuan tenggat 6 bulan tersebut merupakan kesepakatan Kemenkominfo dengan Dewan Pers.
“Enam bulan waktu yang disepakati Kominfo dan komunitas pers sebagai waktu yang memadai untuk pembentukan Komite dan penyusunan SOP,” ujar Usman.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo resmi menandatangani regulasi Publisher Right atau Peraturan Presiden (Perpres) No.32/2024.
Peraturan tersebut mewajibkan perusahaan-perusahaan asing seperti Google, Instagram, Facebook, dan Microsoft untuk bekerjasama dengan media.
Adapun kerjasama tersebut dapat berupa bagi hasil pendapatan iklan, lisensi berbayar, ataupun tindakan lain yang disetujui kedua belah pihak.
Selain itu, platform digital juga harus memiliki kewajiban untuk mendukung jurnalisme berkualitas, dengan mengatur algoritma masing-masing untuk mempublikasikan berita-berita yang sesuai dengan nilai demokrasi dan sesuai dengan keberagaman.
Namun pada penyusunannya, sejumlah platform digital seperti Google dan Meta sudah sempat menyatakan keberatannya. Walaupun memang setelah regulasi disahkan, mereka mengatakan akan mempelajarinya terlebih dahulu.
Diketahui, Google mengatakan akan mempelajari detil beleid itu yang secara khusus mengatur kewajiban kerja sama antara perusahaan platform digital dan perusahaan pers.
“Kami memahami Pemerintah telah mengesahkan peraturan tentang penerbit berita, dan kami akan segera mempelajari detailnya,” kata perwakilan Google melalui keterangan resmi, Rabu (21/2/2024).
Di sisi lain, Meta, induk usaha Facebook, mengaku tidak memiliki kewajiban membayar konten berita yang diposting oleh penerbit berita di platform perusahaan. Hal ini disampaikan merespons regulasi publisher rights yang diteken Presiden Joko Widodo.
Direktur Kebijakan Publik Meta Asia Tenggara Rafael Frankel mengatakan pihaknya telah menjalani beberapa konsultasi dengan pemangku kebijakan terkait dengan tidak adanya kewajiban tersebut.
“Setelah menjalani beberapa kali konsultasi dengan pemangku kebijakan, kami memahami Meta tidak akan diwajibkan untuk membayar konten berita yang di-posting oleh para penerbit berita secara sukarela ke platform kami,” kata Frankel dalam siaran pers, Kamis (22/2/2024).