Bisnis.com, JAKARTA - Operator seluler dinilai perlu fokus dalam membangun jaringan 4G selama 3 - 4 tahun ke depan, sebelum beralih ke 5G. Pemerataan jaringan internet ke seluruh Indonesia dinilai lebih efisien dan lebih urgen dengan 4G.
Diketahui dalam 5 tahun terakhir, penambahan base transceiver station (BTS) 4G di operator seluler sekitar 15.000 - 50.000 unit per tahun. Penambahan BTS tersebut dipengaruhi oleh kecukupan modal, kebutuhan pelanggan dan peleburan atau merger antar dua perusahaan.
Perusahaan telekomunikasi di bawah naungan PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) Telkomsel, telah membangun 183.621 unit BTS 4G. Pembangunan jaringan 4G Telkomsel konsisten antara 20.000-30.000 unit BTS baru per tahunnya.
Diketahui, jumlah BTS Telkomsel pada kuartal III/2019 adalah sebanyak 77.501 unit, lalu bertambah menjadi 100.190 unit pada 2020, 132.293 unit pada 2021, kemudian 160.376 unit pada 2022, dan terbaru 183.621 unit pada 2023.
Sementara itu, Indosat juga mengalami pertumbuhan angka BTS 4G yang cukup masif, terutama pascamerger dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia) pada kuartal I/2022. Saat ini, perusahaan berkode saham ISAT ini secara total sudah memiliki 172.115 unit BTS 4G.
Angka inipun meningkat hingga 82,5% sejak 5 tahun lalu. Diketahui, pada 2019 BTS Indosat hanya berjumlah 29.317 unit, lalu bertambah menjadi 59.969 unit pada 2020, kemudian 70.109 unit pada 2021, dan 127.557 unit pada 2022.
Di posisi ketiga ada operator seluler XL Axiata dengan total BTS 4G saat ini sebanyak 103.408 unit.
Perlu diakui sebenarnya XL sempat menjadi posisi kedua sebagai pemilik BTS terbanyak di Indonesia. Namun, rekor inipun tergantikan oleh Indosat dan 3 pascamerger kedua perusahaan.
Kendati demikian, XL tetap melakukan ekspansi yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2019, jumlah BTS 4G XL hanya 39.296 unit, kemudian bertambah menjadi 53.055 unit pada 2020, lalu 69.903 unit pada 2021, 90.174 unit pada 2022, dan 103.408 unit pada 2023.
Dengan penggelaran yang dilakukan operator, penetrasi internet di Indonesia meningkat hingga mencapai 78,19% atau menembus 215 juta jiwa dari total populasi di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun sempat menargetkan penetrasi internet capai 85-90% pada 2024.
Untuk mengejar target tersebut, Ketua Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura mengatakan operator seluler dan pemerintah menentukan target penggelaran 4G agar tidak terjadi investasi ganda (double cost) dengan 5G.
Para pemangku kepentingan juga perlu melakukan uji kelayakan mengenai 5G, untuk mengukur apakah teknologi tersebut benar-benar dibutuhkan atau justru produk gagal karena tidak ada kasus pemanfaatan spesial dari jaringan teknologi baru tersebut.
“Artinya 5G kurang layak untuk diperluas, maka 5G nanti aja 2030. Itu tidak apa-apa sehingga umur 4G menjadi lebih lama operator balik modal. Jangan sampai operator sudah kebut bangun 4G, terus disuruh ganti 5G, ini double cost namanya,” kata Tesar kepada Bisnis, Kamis (21/12/2023).
Dia mengatakan jika 5G digelar secara masif pada 2023, artinya operator masih punya waktu sekitar 4-5 tahun untuk gelar 4G dan itu merupakan waktu yang cukup ideal bagi mereka.
“Perusahaan kan investasi jaringan, minimal balik modal dahulu. Minimal pemakaiannya 3-4 tahun masih oke untuk satu site BTS. Tetapi, kalau BTS tersebut baru hadir 1 tahun, kemudian disuruh ganti ke 5G, itu kelewatan namanya. Kasihan operator, ” kata Tesar.
Tesar berpendapat dengan kecepatan 4G yang optimal, teknologi generasi keempat itu masih cukup untuk 3-4 tahun ke depan. Teknologi 4G saat ini sudah bisa mendukung seluruh aktivitas masyarakat mulai dari konferensi jarak jauh, panggilan video, bermain gim, dan lain sebagainya.
Belum ada satu aplikasi pun yang mengharuskan orang berpindah ke jaringan 5G, untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka.
“IoT yang butuh kecepatan tinggi saat ini juga belum ada kan? operasi jarak jauh juga belum ada rumah sakit yang pakai. Pemerintah harus berhitung, jangan sampai operator menjadi korban terus. Baru gelar 4G terus disuruh gelar 5G,” kata Tesar.