Bakti Kaji Pemanfaatan Starlink untuk 3T, Uji Coba Telah Dilakukan

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 17 Desember 2023 | 08:00 WIB
Satelit SpaceX meluncurkan 12 Starlink dari Florida, Amerika Serikat/dok. Tangkapan layar SpaceX
Satelit SpaceX meluncurkan 12 Starlink dari Florida, Amerika Serikat/dok. Tangkapan layar SpaceX
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) tengah menjajaki pemanfaatan satelit orbit rendah Starlink untuk menghadirkan internet di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), Serangkaian uji coba telah dilakukan. 

Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Satria Bakti Kominfo Sri Sanggrama Aradea mengatakan Bakti sudah melakukan uji coba dengan Starlink

Adapun untuk hasil uji coba, menurutnya, belum ditemukan masalah teknis yang berarti. 

“Kami sudah trial, kami sudah coba hasilnya masih digodok. Secara teknis harusnya tidak ada masalah, [permasalahannya] lebih ke regulasi, kedaulatan dan lain-lain,” kata Aradea kepada Bisnis, dikutip Minggu (17/12/2023).

Sebelumnya, dikabarkan bahwa Starlink keberatan untuk memenuhi sejumlah persyaratan yang ada di Indonesia. 

Adapun beberapa regulasi yang harus dipatuhi Starlink untuk dapat beroperasi di Indonesia antara lain harus mengurus nomor induk berusaha (NIB) terlebih dahulu yang diterbitkan oleh lembaga OSS. 

Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Satria Bakti Kominfo Sri Sanggrama Aradea
Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Satria Bakti Kominfo Sri Sanggrama Aradea

Setelah itu, Starlink harus membangun network operations center (NOC), mengambil uji laik operasi (ULO) untuk layanan satelit Starlink, mengambil izin internet service provider (ISP) dan Network Acces Point (NAP), jaringan tetap tertutup satelit, dan izin komersial. 

Adapun Starlink juga dapat menempuh jalan yang diambil OneWeb, perusahaan satelit orbit rendah kompetitor Starlink, jika ingin memberi layanan ke ritel. 

Dari sisi harga per Mbps yang diberikan ke pasar, menurut Aradea, harga layanan Starlink terbilang cukup mahal dibandingkan dengan Satria-1. 

Harga per Mbps Satria-1 saat ini sekitar US$52 atau Rp750.000, sementara itu untuk harga termurah, untuk layanan dan satelit dengan jenis sama, di dunia saat ini harga per Mbps-nya sekitar Rp6 juta. 

Starlink sendiri saat ini telah mengorbitkan 5.415 satelit. Jumlah tersebut setara dengan 2/3 dari target Satelit Starlink yang ingin dihadirkan.

Pengamat Satelit Kanaka Hidayat mengatakan saat ini di seluruh dunia jumlah pengguna Starlink baru menyentuh 2 juta pengguna. Kemudian rata-rata kapasitas yang diangkut Starlink berkisar antara 40 Mbps-60 Mbps. 

Jumlah tersebut jika dibagi ke puluhan ribu titik yang menjadi target Bakti, hasilnya akan kecil juga seperti Satelit Satria. 

Dengan kapasitas yang rendah, dan layanan data yang tidak dapat dikontrol di dalam negeri, Starlink memberikan lebih banyak risiko ketimbang manfaatnya. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Usman Kansong mengatakan, satelit LEO, termasuk milik Elon Musk, merupakan infrastruktur telekomunikasi alternatif dan memiliki banyak kelemahan.

Dengan kelemahan tersebut, menurutnya, sulit bagi Starlink untuk menggantikan base transceiver station untuk memberikan akses internet. 

“Tidak, tidak akan. Pertama, masa berlakunya ada, satelit itu 15 tahun. Lalu, ancaman lain, misalnya satelit yang jatuh,” ujar Usman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman:
  1. 1
  2. 2

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper