Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan subsidi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disiapkan pemerintah bertujuan untuk meyakinkan operator agar bersedia menggelar infrastruktur 5G. Langkah ini dipastikan tidak akan mengurangi pemasukan negara.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan hal ini makin digalakkan mengingat seleksi kepemilikan frekuensi spektrum 700MHz yang makin dekat.
Usman berharap keberadaan insentif ini dapat membuat operator seluler berani menggunakan spektrum 700 MHz untuk jaringan 5G.
“Pemerintah ini suplainya dahulu disiapkan, lalu nanti permintaannya akan disesuaikan dengan keberadaan suplai teknologi 5G itu,” ujar Usman kepada Bisnis, Jumat (29/9/2023).
Usman mengaku saat ini operator seluler masih ragu-ragu dalam mengadopsi jaringan 5G karena para pelanggan merasa cukup dengan keberadaan jaringan 4G.
Aktivitas digital yang ada saat ini dapat diakomodir dengan jaringan 4G.
“Perusahaan-perusahaan telekomunikasi itu masih memperhitungkan pasar, jadi mereka menganggap kebutuhan 5G itu masih belum tinggi, sehingga mereka kelihatannya mempertimbangkan untuk mengadakan 5G,” ujar Usman.
Padahal, Usman mengaku Indonesia butuh internet yang lebih cepat. Menurut Usman, kecepatan internet Indonesia masih berada di nomor 90 dari 160 negara di dunia.
Selain itu, di negara-negara lain sudah banyak yang mengadopsi 5G, bahkan beberapa di antaranya sudah mau masuk ke 6G.
“Harus 5G mestinya. Karena kalau 4G kan sudah disiapkan oleh base transceiver station (BTS) itu ya yang frekuensinya sudah ada. Kita harus naik kelas lah untuk 5G,” ujar Usman.
Kendati demikian, Usman mengatakan Kemenkominfo masih mengkaji insentif PNBP bagi para operator seluler. Kajian tersebut dilakukan oleh Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika.
Usman juga belum dapat memberikan informasi terkait persentase insentif ataupun berapa lama insentif tersebut akan diberikan.
“Insentif tidak akan pengaruhi pemasukan negara,” kata Usman.
Sebelumnya, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) melanjutkan ekspansi ke jaringan 5G dengan membangun base transceiver station (BTS). Indosat telah menyediakan 90 BTS dengan jaringan 5G, naik dari 18 unit dari tahun sebelumnya yang sebanyak 72 unit.
Adapun, unit-unit tersebut tersebar di daerah dengan use case tinggi seperti Jakarta, Solo, Surabaya, Makassar, Balikpapan, Karawang, Bandar Lampung, dan Bali.
PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mengoperasikan 420 Base Transceiver Station (BTS) 5G pada semester I/2023 atau tumbuh 118 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang berjumlah 193 BTS 5G.
Secara unit, jumlah BTS 5G Telkomsel bertambah 227 unit dalam setahun yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia. Sementara itu jika dihitung secara kuartalan atau dibandingkan dengan kuartal I/2023, jumlah BTS 5G Telkomsel bertambah 132 BTS.
Dalam laporan Info Memo, Telkomsel menyampaikan bahwa perusahaan melanjutkan strateginya dalam meningkatkan kasus penggunaan penyebaran 5G secara selektif melalui pendekatan berbasis permintaan untuk B2C dan B2B dengan kemitraan di sektor manufaktur dan infrastruktur.
“Telkomsel memperluas layanan 5G dengan komitmen untuk mendorong perkembangan ekosistem digital Indonesia dan terus menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan teknologi untuk memperluas pengembangan roadmap teknologi Fixed Wireless Access (FWA) berbasis 5G di Indonesia,” tulis dalam Info Memo Telkom, dikutip Senin (31/7/2023).
Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono mengatakan bahwa perusahaan memiliki beberapa parameter sebelum memutuskan penggelaran 5G di suatu wilayah.
“Apakah wilayah tersebut masuk wilayah yang memberikan kontribusi pendapatan yang tinggi bagi telkomsel, dengan rerata pendapatan per pelanggan (ARPU) di atas Rp200.000. Penetrasi device lebih dari 75 persen sudah pasti kami bangun 5G di sana,” kata Saki.
Saki mengatakan jika melihat perilaku pelanggan, jaringan 4G sudah cukup memberikan pengalaman yang baik. Masyarakat dapat menikmati layanan multimedia tanpa menggunakan jaringan 5G.
“Kalau daily use case pelanggan pakai YouTube, Tiktok, 4G udah more than enough. Kalau di luar ada yang untuk B2B, IoT. Di Indonesia kami masih bertahap,” kata Saki.