Bisnis.com, JAKARTA – Saham Intel mengalami penurunan hingga 6 persen setelah perusahaan mengumumkan rencana mengubah haluan sebagai produsen chip semikonduktor menyaingi Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).
Melansir CNBC, Kamis (22/6/2023), David Zinsner selaku kepala bagian keuangan Intel mengabarkan bahwa perusahaan multinasional asal Amerika itu akan mengubah struktur pelaporan keuangannya.
Intel Foundry Service (IFS), bisnis pengecoran milik Intel akan memiliki laporan untung-ruginya sendiri. Hal ini menunjukkan margin manufaktur Intel.
Struktur pelaporan keuangan yang baru itu dapat membantu mengontrol biaya manufaktur chip tiga tahun ke depan dengan peluang pemangkasan biaya hingga US$10 miliar.
Intel berencana untuk menggunakan chip produksinya sendiri sebelum membuka pintu bagi perusahaan pihak ketiga.
Jika akhirnya mampu menyaingi TSMC, Intel akan bersaing dalam perebutan kontrak pembangunan chip berperforma tinggi dari perusahaan-perusahaan langganan TSMC dan Samsung yang belum menjalani manufakturnya sendiri dan menjadi seperti Apple, Nvdia, dan Qualcomm.
Update mengenai rencana manufaktur ini disampaikan pada Rabu (21/6/2023) kemarin. Lebih lanjut, update mengenai bisnis pengecoran dan klien pihak ketiga rencananya akan disampaikan Intel pada tahun ini juga.
Diberitakan sebelumnya, Intel akan menggelontorkan investasi US$33 miliar atau setara dengan Rp495 triliun untuk pengembangan dua pabrik chip semikonduktor di Jerman.
Melansir Reuters, Selasa (20/6/2023), Pemerintah Jerman telah menyetujui subsidi untuk proyek pembangunan pabrik chip tersebut.
Selain itu, Intel juga akan membangun pabrik manufaktur baru di Israel. Upaya ini merupakan dorongan dari perusahaan chip semikonduktor lainnya yang mendiversifikasi sumber produksi mereka.
Ekspansi yang dilakukan oleh Intel adalah upaya CEO Pat Gelsinger untuk membangun lebih banyak fasilitas manufaktur di luar Asia dan berusaha mengembalikan kepemimpinan perusahaannya di bidang teknologi chip, setelah Nvidia Corp dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. melampaui kemampuannya.
Menurut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, nilai kesepakatan ini sebesar US$25 miliar atau sebesar Rp374,9 triliun yang dianggap sebagai investasi asing terbesar di Israel dan ekspresi kepercayaan terhadap ekonomi negara tersebut.