Author

John Riady

Praktisi Ekonomi Digital/Managing Partner Venturra Capital

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Musim Gugur Perusahaan Digital, Momentum Strategi Omni

John Riady
Senin, 26 September 2022 | 15:58 WIB
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Menyaksikan fakta belakangan ini, wajar bila publik menilai gelembung perusahaan rintisan digital telah pecah. Seberapa besar gigantisnya kapital serta kuatnya ekosistem perusahaan digital, tidak luput dari badai krisis likuiditas yang ditandai strategi efisiensi berujung pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kabar teranyar adalah langkah Shopee di Indonesia yang mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sebagian karyawannya. Langkah itu, seperti dikutip dari Bisnis.com (19/9), merupakan opsi terakhir yang bisa dilakukan perusahaan untuk mengetatkan efisiensi seiring goyahnya pe ru sa haan induk, yakni Sea Ltd., seusai diterpa beragam ‘badai’.

Napas perusahaan teknologi digital makin kembang kempis berhadapan dengan fakta kenaikan suku bunga di dunia hingga keluarnya sejumlah investor lawas, yang makin memperpanjang masa musim gugur tahun ini.

Pertanyaannya kemudian, masih adakah harapan bagi perusahaan digital? Di tengah situasi global yang baru pulih dari pandemi, kemelut perang dan isu geopolitik yang memicu ekonomi biaya tinggi akibat kekacauan rantai pasok telah menyulut inflasi yang tinggi di banyak negara. Alhasil, likuiditas yang tadinya melimpah, seketika kemudian surut.

Hal ini berdampak pada laju arus kapital kepada perusahaan digital yang masih sangat bergantung pada dana segar. Situasi industri digital dalam 3 tahun belakangan bak roller coaster bagi perusahaan rintisan.

Sejak pandemi melanda, perusahaan digital awalnya dianggap sebagai tulang punggung masyarakat dalam menjalankan berbagai aktivitas, menjanjikan beragam peluang.

Selang 2 tahun, kondisi itu seakan berbalik. Selagi likuiditas ketat, seolah tidak ada jalan keluar bagi per-usahaan digital agar terus bertahan dan bertarung menawarkan solusi kepada masyarakat.

Mengacu data Layoff.fyi, sejak awal tahun hingga memasuki awal September ini, tidak kurang dari 76.995 orang karyawan perusahaan rintisan terdampak kebijakan PHK. Perusahaan digital sektor makanan paling banyak melakukan PHK sepanjang 2022.Belum lagi menimbang kekalutan publik melihat angka-angka kerugian perusahaan digital yang terbilang fantastis.

Sebut saja SoftBank Group Corp yang mengalami kerugian hingga US$50 miliar per Juni tahun ini. Buntutnya, perusahaan modal ventura yang mendanai berbagai perusahaan digital raksasa di dunia itu memangkas jumlah karyawan. Bahkan, Bos Softbank Masayoshi Son sudah merencanakan pemangkasan 100 posisi di perusahaan.

Tak hanya itu, Sea Ltd yang mendanai Shopee dan Garena pun mengalami nasib serupa. Hingga Juni 2022, Sea Ltd. mengalami kerugian hingga US$506,3 juta yang diiringi pula dengan pemangkasan jumlah karyawan.

Singkatnya, rentetan persoalan likuiditas perusahaan teknologi digital itu bertambah berat dengan kenyataan belum adanya profit yang mampu dipetik.

Karakter per-usahaan digital sangat rentan terhadap penilaian kinerja fundamental. Sebaliknya, perusahaan digital memiliki valuasi yang diperhitungkan sebagai future forecast. Hal inilah yang membuatnya berbeda dengan perusahaan konvensional.

UJI ULANG

Meski demikian, penulis meyakini bahwa kondisi ini merupakan fase bagi perusahaan digital melakukan uji ulang terhadap rencana dan posisi pasar. Para pelaku harus mencari keseimbangan baru yang relevan, mengembangkan, dan mendalami struktur yang memang bisa menggenjot revenue.

Sebaliknya, di tengah situasi tersebut, banyak perusahaan digital masuk ke berbagai sektor konvensional yang mapan seperti bisnis perbankan, asuransi, hingga ritel modern.

Penulis menilai tren strategi yang biasa disebut omnichannel tersebut akan menjadi ‘juru selamat’ perusahaan digital.

Letak penting strategi omni adalah mengawinkan ekonomi digital dengan keunggulan layanan konven-sional.Strategi omnichannel adalah opsi terbaik untuk dapat me nye dia kan berbagai pilihan yang mungkin tersedia bagi kon sumen.

Sebuah studi menunjukkan bahwa bisnis yang ber hasil menerapkan cross-channel dan mengintegrasikan berbagai kanal bisnis, mulai dari gerai fisik sampai online, berarti menawarkan database konsumen yang kom prehensif dan terpusat, serta secara konsisten rata-rata me nikmati peningkat-an retensi kon sumen yang cukup signifikan.

Tidak hanya itu, strategi omnichannel dibutuhkan untuk menjangkau pasar lebih luas maupun kemampuan memvaluasi aset secara fisik. Pada akhirnya, kolaborasi seakan menjadi kunci ekosistem perusaha-an digital untuk mengu-bah musim gugur menjadi musim semi.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : John Riady
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper