Strategi Startup PHK Karyawan Tak Efektif, Ini Alasannya

Rahmi Yati
Jumat, 27 Mei 2022 | 22:01 WIB
Ilustrasi startup/
Ilustrasi startup/
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan sejumlah perusahaan rintisan (startup) yang memilih strategi efisiensi lewat pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya dinilai tidak efektif menyelesaikan masalah terutama bila perusahaan ingin bertahan jangka panjang.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan sejauh ini, banyak startup khususnya yang baru berkembang hanya fokus pada perolehan transaksi dan valuasi, bukan profit. Fenomena ini bahkan sudah bisa diprediksi sejak lima tahun terakhir.

"Ini kesalahan kelompok bukan founder, CEO atau siapa, tetapi kolektif termasuk investor. Mengurangi karyawan itu hanya membantu 20-30 persen terhadap total biaya operasional atau operating expenses [opex]. Sisanya itu yang harus dibabat. Jadi kalau mau benar dia harus melakukan pencarian bisnis model baru yang lebih tepat sasaran dan lebih jelas profitnya," kata Tesar, Jumat (27/5/2022).

Tesar melihat selama ini model bisnis yang kerap dilakukan startup adalah 'bakar uang' dan bukan mengejar profit layaknya bisnis sesungguhnya. Perusahaan rintisan ini hanya mengejar omzet, transaksi serta valuasi dan hal ini sudah terjadi 5-10 tahun terakhir termasuk Gojek, Bukalapak dan unikorn lainnya.

Selama startup ini masih menggunakan model bisnis tersebut, sambung dia, akan ada satu titik perusahaan ini akan terhambat ketika cash flow-nya berkurang. Apalagi, revenue mereka kebanyakan didapati dari investor, bukan dari profit.

"Mereka bisnis modelnya mengejar valuasi, omzet dan transaksi yang tinggi, bukan profit. Ini pasti diujung akan terguling ketika investor tidak menyuntikkan dananya lagi," imbuh Tesar.

Sebelumnya, belakangan beredar kabar PHK karyawan oleh startup bidang edukasi Zenius, dompet digital pelat merah LinkAja, dan disusul platform dagang-el (e-commerce) JD.ID.

Zenius mengumumkan adanya PHK terhadap 25 persen karyawannya atau lebih dari 200 karyawan. Berdasarkan pernyataan manajemen, ini dilakukan karena EduTech ini sedang mengalami dampak dari kondisi makro ekonomi yang saat ini terjadi sehingga merasa perlu melakukan konsolidasi dan sinergi proses bisnis untuk memastikan keberlanjutan.

Sementara itu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja mengungkapkan melakukan reorganisasi yang berdampak pada PHK sejumlah karyawan. Meski begitu, mereka memastikan jumlah yang direorganisasi kurang dari 200 karyawan.

Startup e-commerce JD.ID juga melakukan langkah serupa. Upaya improvisasi dan pengambilan keputusan ini dilakukan agar platform tersebut dapat terus beradaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri di Indonesia.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper