Regulatory Charge Tinggi, Bikin Sesak Nafas Operator Seluler

Rahmi Yati
Kamis, 12 Mei 2022 | 17:20 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyebut beban biaya regulasi (regulatory charges) operator seluler di Indonesia terbilang masih cukup tinggi, yakni bisa berkontribusi 20 hingga 25 persen dari total biaya operasional atau operating expenses (Opex).

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot menilai, tingginya beban biaya tersebut bisa berdampak bagi perkembangan industri telekomunikasi Tanah Air.

Menurutnya, sudah banyak yang menyuarakan agar ada upaya pengurangan beban regulasi tersebut secara signifikan, tetapi belum terlihat upaya serius ke arah sana. 

"Bahkan, capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak [PNBP] jadi bagian dari kinerja pemerintah, sehingga alih-alih turun, justru ada yang kemungkinan naik. Meskipun secara perbandingan internasional, beban regulasi di Indonesia sudah cukup tinggi," katanya, Kamis (12/5/2022).

Dia menuturkan, regulatory charges atas industri telekomunikasi sangat beragam, baik jenis maupun tarif serta otoritas pemungutnya dan menimbulkan beban pungutan berganda vertikal dan horizontal.

Banyaknya pungutan itu, sambung Sigit, menimbulkan costs yang pada akhirnya dapat mendistorsi perkembangan industri telekomunikasi.

"Padahal saya melihat masih banyak peluang bagi bisnis operator seluler di Indonesia. Di antaranya, menindaklanjuti tumbuhnya demand yang sangat signifikan selama masa pandemi dua tahun lebih, seperti dalam bentuk perbaikan kualitas dan cakupan broadband," ucapnya 

Selain itu, tambah Sigit, adalah peluang untuk mengembangkan berbagai use-case dan model bisnis 5G, yang implementasinya sudah dimulai sejak pertengahan tahun lalu meskipun implementasi tersebut masih jauh dari potensi 5G yang sesungguhnya.

Sebelumnya, Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan pada kuartal I/2022, beban biaya operasional perusahaan meningkat 14 persen (YoY) dari Rp3,13 triliun jadi Rp3,57 triliun. 

Dia menyebut meningkatnya biaya operasional ini dipengaruhi dari naiknya beban biaya regulasi serta biaya penjualan dan pemasaran.

Sementara itu berdasarkan laporan keuangan periode kuartal I/2022, PT Indosat Tbk. (ISAT) mencatat beban total yang ditanggung perusahaan melonjak 50,52 persen YoY dari Rp6,41 triliun jadi Rp9,65 triliun. Kenaikan beban terbesar datang dari pos penyelenggaraan jasa yang nilainya mencapai Rp5,28 triliun.

Adapun kenaikan beban penyelenggaraan jasa ini, sejalan dengan peningkatan jumlah sites dan pendapatan sebagai dampak dari penggabungan usaha. Imbasnya, beban frekuensi, interkoneksi, pemeliharaan, utilitas, sewa, sewa sirkit, USO, serta instalasi melonjak.

Penulis : Rahmi Yati
Editor : Kahfi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper