Bisnis.com, JAKARTA - UU Telekomunikasi No. 36/1999 dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi dan layanan saat ini, sehingga pemerintah perlu segera membentuk UU Konvergensi Telematika.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno mengatakan saat ini telekomunikasi telah berubah menjadi telematika (telekomunikasi dan informatika). Bahkan, sekarang sudah berubah menjadi bisnis digital.
"Telepon rumah PSTN [Public Switched Telephone Network] menghilang, layanan dasar seluler untuk voice dan SMS juga tidak bisa diandalkan pendapatannya. Infrastruktur artinya bandwidth internet, bahkan infrastruktur bukan hanya jaringan internet namun juga pusat data [data center] dan komputasi awan [clouds]," kata Sarwoto dalam rapat bersama Komisi I DPR RI dikutip Jumat (18/2/2022).
Menurut Sarwoto, transformasi digital telah merambah ke seluruh sektor termasuk Kementerian dan Lembaga. Dengan begitu, Mastel melihat agar ekosistem digital bisa dimanfaatkan dengan optimal, keberadaannya harus diatur di dalam rancangan UU Konvergensi Telematika atau UU Konvergensi Digital.
Selain itu Mastel berpendapat, di ruang konvergensi digital, semakin jelas bahwa pemerintah dan swasta dapat menjadi penyelenggara sistem elektronik yang tunduk kepada asas-asas perlindungan data pribadi.
"Pemerintah dan Negara masih punya banyak tugas, menutup kesenjangan akses digital di masyarakat, pemerintahan digital, industri dan perdagangan yang semakin tergantung teknologi digital, membina kesehatan industri telematika, literasi dan talenta digital, kemandirian, keamanan dan kedaulatan digital. Semuanya harus dapat diukur paling tidak dalam digital ekonometrika," imbuhnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, birokrasi hilirisasi inovasi digital ke dalam satu pintu yang cepat dan efisien dalam rangka menaikkan daya saing bangsa juga menjadi persoalan penting.
Sementara itu Direktur Eksekutif Mastel Arki Rifazka mengaku usulan pembentukan UU Konvergensi Telematika ini telah disampaikan sejak 2010 silam. Hal itu merujuk pada Malaysia yang telah menggunakan konvergensi.
"Jadi di 2010 kita udah ngusulin [ke DPR]. Saat itu mereka semua sepakat-sepakat aja mewacanakan ada. Cuma kan DPR anggotanya kan ganti-ganti terus akhirnya mungkin pada satu titik informasi itu enggak nyambung lagi dan dari pemerintahannya juga mungkin berganti fokus dan tidak melihat sebagai konvergensi telematika lagi, mereka mungkin melihatnya semuanya diatur secara parsial," ujar Arki, Jumat (18/2/2022).
Arki mengakui bahwa mungkin usulan ini seakan-akan usang, tapi kalau dilihat esensinya sebenarnya masih relevan untuk dibentuk konvergensinya.
Namun begitu, dia menyebut bila usulan ini hanya sebatas diterima tanpa adanya draf Rancangan Undang-undang (RUU) Konvergensinya, maka ini hanya akan berakhir sebagai sebuah wacana.