Bisnis.com, JAKARTA – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) memproyeksikan pengaktifan Base Transceiver Station (BTS) 4G di 4.200 desa baru dapat terealisasi pada Maret 2022, mundur dari target yang ditetapkan di 2021.
Proyek tersebut merupakan bagian dari program pemerintah dalam membangun BTS 4G di 7.904 desa. Kemenkominfo menargetkan seluruh pembangunan BTS 4G itu rampung pada 2022.
Untuk menyelesaikan proyek tersebut, Bakti membagi pembangunan BTS menjadi 2 tahap, yakni pertama, BTS 4G akan beroperasi di 4.200 desa dengan target penyelesaian 2021. Kedua, pembangunan BTS 4G di 3.704 desa dengan target penyelesaian proyek pada tahun ini.
“Badan Layanan Umum [BLU] Bakti memproyeksikan target on-air di 4.200 lokasi setidaknya selesai pada 31 Maret 2022,” kata Direktur Utama Bakti Anang Latif kepada Bisnis, Kamis (27/1/2022).
Anang menjelaskan, perpanjangan waktu penyelesaian proyek sebagai akibat pandemi Covid-19 gelombang kedua di pada 2021.
Saat ini, kata dia, material penyusun infrastruktur BTS 4G sudah terkirim ke 4.200 lokasi tersebut. Untuk mencapai status on-air (aktif), dibutuhkan kesiapan mitra operator selular terpilih untuk mengintegrasikan layanannya.
“Sejauh ini, sekitar 1.300 lokasi sudah mencapai status ready for service. Setiap harinya jumlah ini akan bertambah,” ujarnya.
Terkait dengan pengaktifan tahap kedua di 3.704 desa, tutur Anang, seharusnya layanan BTS 4G sudah dapat diterima masyarakat pada tahun anggaran 2022. Akan tetapi, target besar tersebut sangat bergantung pada ketersediaan anggaran yang disiapkan pemerintah.
Bakti, kata dia, selaku executing agency Kemenkominfo dalam membangun infrastruktur telekomunikasi, akan senantiasa mengupayakan tercapainya target.
“Salah satunya melalui bauran pembiayaan,” kata Anang.
Sebelumnya, President Director & CEO XL Axiata Tbk. Dian Siswarini mengatakan, pengaktifan layanan 4G di desa-desa tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Sumatra, yang menjadi area wilayah layanan XL, sangat bergantung pada kehadiran infrastruktur telekomunikasi pasif yang dibangun oleh Bakti.
Dalam membangun jaringan 4G di 7.904 desa, Bakti berperan sebagai penyedia infrastruktur pasif, seperti menara, power, hingga pembebasan lahan. Sementara itu, operator seluler berperan sebagai penyedia infrastruktur aktif, seperti sistem penarifan (billing system), frekuensi, hingga kanal penjualan.
“Jadi ini tergantung kecepatan Bakti dalam membangun infrastruktur. Kami hanya menyediakan layanan 4G, seperti spektrum,” kata Dian.