Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menjelaskan filosofi dibalik rencana denda Rp2 miliar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen penggelaran jaringan.
Dirjen SDPPI Kemenkominfo Ismail menuturkan ketika besaran denda lebih besar daripada investasi yang dikeluarkan untuk membangun jaringan, maka akan menciptakan inefisiensi di Industri Telekomunikasi.
Kemenkominfo, kata Ismail, menghindari hal tersebut mengingat biaya regulatory di sektor telekomunikasi sudah sangat tinggi.
Sebaliknya, jika besaran denda lebih rendah dibandingkan dengan besaran investasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara, maka akan menjadi faktor penghambat.
"Penyelenggara telekomunikasi akan cenderung membayar denda daripada memenuhi kewajiban pembangunan," kata Ismail kepada Bisnis, Sabtu (22/1).
Ismail yang juga merangkap sebagai plt. Dirjen PPI menambahkan denda Rp2 miliar per desa bagi operator yang tidak memenuhi komitmen pembangunan jaringan juga telah sesuai dengan pandangan Prof. Richard B. Macrory.
Dalam tulisannya, Richard merekomendasikan prinsip bahwa sebuah sanksi yang diberikan harus bertujuan untuk menghilangkan keuntungan finansial atau keuntungan dari ketidakpatuhan.
Dengan prinsip tersebut maka pendekatan yang digunakan adalah mencari keseimbangan antara besaran dengan besaran investasi yang harus dikeluarkan penyelenggara untuk memenuhi komitmen minimal sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Sanksi denda bukan untuk memberikan efek jera namun lebih kepada instrumen untuk mendorong operator memenuhi kewajiban pembangunan yang telah dikomitmenkan di dalam izin penyelenggaraan," kata Ismail.
Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemerintah akan memberikan sanksi administratif bagi perusahaan telekomunikasi bergerak yang melanggar sejumlah aturan.
Beberapa aturan dimaksud diantaranya tentang pemenuhan komitmen penggelaran jaringan dan kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi.
Pemerintah berencana menerapkan denda jika operator tidak dapat memenuhi komitmen penggelaran jaringan.
Denda per Desa/Kelurahan yang tidak terlayani sesuai komitmen pembangunan penyelenggara jaringan bergerak seluler besarannya mencapai Rp2 miliar.
Besaran denda tersebut dihitung berdasarkan biaya pembangunan (CAPEX) dan biaya operasional (OPEX) selama 1 tahun untuk 1 site yang diasumsikan hanya melayani 1 desa saja.
Sebagai gambaran operator A berkomitmen membangun jaringan di 300 desa hingga 2025. Namun realisasinya hanya mencapai 280 desa hingga tenggat.
Pemerintah akan memberikan teguran hingga tiga kali. Jika tidak kunjung membangun, akan dikenakan sanksi administratif dengan nilai sekitar Rp40 miliar ([300-280] x Rp2 miliar = Rp40 miliar).