RPP PNBP, Denda Rp2 miliar Memberatkan Industri Telekomunikasi

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 21 Januari 2022 | 10:15 WIB
Teknisi melakukan pengecekan pada salah satu base transceiver station (BTS) di Jakarta, Senin (27/1/2020). /Bisnis-Arief Hermawan P
Teknisi melakukan pengecekan pada salah satu base transceiver station (BTS) di Jakarta, Senin (27/1/2020). /Bisnis-Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak. 

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemerintah akan memberikan sanksi administratif bagi perusahaan telekomunikasi bergerak yang melanggar sejumlah aturan. 

Beberapa aturan dimaksud diantaranya tentang pemenuhan komitmen penggelaran jaringan dan kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi. 

Dalam dokumen yang diterima Bisnis, Atsi menyebut besaran sanksi administratif yang diberikan pemerintah terlalu tinggi dan sangat memberatkan. 

Sebagai contoh adalah denda per Desa/Kelurahan yang tidak terlayani sesuai komitmen pembangunan penyelenggara jaringan bergerak seluler yang besarannya mencapai Rp2 miliar. Besaran denda tersebut dihitung berdasarkan biaya pembangunan (CAPEX) dan biaya operasional (OPEX) selama 1 tahun untuk 1 site yang diasumsikan hanya melayani 1 desa saja. 

Contoh lainnya  adalah pengenaan sanksi administratif berupa denda yang terkait dengan kepatuhan Perlindungan Data Pribadi. 

“Dimana dasar perhitungan besaran dendanya tidak jelas,” tulis dokumen yang bertanda tangan Wakil Ketua Umum Atsi Merza Fachyz, Jumat (21/1).

Atsi sangat merekomendasikan agar Pemerintah mengkaji kembali besaran atau nominal sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam RPP PNBP diselaraskan dengan proses perbaikan Undang-Undang no.11/2020 tentang Cipta Kerja.  

Tidak hanya itu, rencana Pemerintah untuk melakukan revisi PP PNBP yang juga mengatur besaran sanksi administratif berupa denda, bahkan menurut Atsi perlu ditunda pelaksanaannya untuk proses penyempurnaan konsep RPP PNBP. 

Undang-Undang no.36/1999 tentang Telekomunikasi tidak mengenal konsep pengenaan sanksi administratif berupa denda, pengaturan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa denda untuk sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran baru diatur dalam UU Ciptaker. 

Sebagaimana diamanatkan dalam putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020, yang salah satunya memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. 

“Serta tidak dibenarkan untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciptaker sampai dilakukan perbaikan terhadap UU tersebut paling lama 2 tahun,” sebut Atsi.

Selama periode 2 tahun tersebut, menurut Atsi, dapat digunakan oleh Pemerintah bersama dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menyempurnakan konsep pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam RPP PNBP. 

Adapun mengenai rencana pengenaan sanksi administratif berupa denda yang terkait dengan kepatuhan Perlindungan Data Pribadi (PDP), Atsi menilai perlu dikaji karena tidak diatur dalam level Undang – Undang. 

Bercermin PP No.80/2015, dimana besaran sanksi administratif berupa denda dalam PP tersebut tidak dapat diimplementasikan karena UU no.36/1999 tentang Telekomunikasi tidak mengatur sanksi administratif berupa denda sebagaimana dipaparkan dalam konsultasi publik pada September 2021. 

Pengaturan mengenai denda administratif Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) merujuk pada Peraturan Pemerintah no.71/2019 tentang PSE, sedangkan tersebut merujuk pada UU ITE. 

“Menurut pemahaman kami UU ITE tidak mengatur adanya denda,” kata Atsi.

Sebelumnya pemerintah berencana untuk mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, peraturan tersebut mengatur beberapa hal seperti tarif PNBP dari pemanfaatan spektrum frekuensi, denda administratif, pelanggaran di sektor teknologi informasi dan komunikasi dan lain sebagainya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper