Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan keamanan siber global, Acronis menemukan bahwa selama semester II/2021 hanya 20 persen perusahaan yang tidak melaporkan penyerangan siber.
Hal ini tertuang dalam laporan Acronis Cyberthreats Report tahunan 2022 yang meninjau tentang tren dan ancaman keamanan siber di seluruh dunia, di mana terjadi penurunan dibandingkan semester II/2020 yang mencatatkan angka 32 persen.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa penyedia layanan terkelola (MSP) sangat berisiko menjadi incaran penjahat siber saat ini yang menggunakan metode lebih banyak alat manajemen seperti Professional Services Automation (PSA) dan Remote monitoring and management (RMM).
Kedua alat manajemen tersebut mengakibatkan kerentanan terhadap serangan rantai pasokan.
Lebih lanjut, VP Penelitian Perlindungan Siber Acronis Candid Wuest mengatakan bahwa saat deretan ancaman siber terus berkembang, perusahaan melihat bahwa vektor serangan utamanya tetap sama dan masih bekerja dengan baik.
“Industri kejahatan siber ibarat sebuah mesin yang diberi pelumas dengan baik, menggunakan kecerdasan awan dan kecerdasan mesin untuk mengukur dan mengotomatisasi operasi mereka,” ujarnya, Kamis (30/12/2021).
Dia melanjutkan, saat kemunculan serangan bertambah dan menyebabkan ketidakpastian pada 2022, otomatisasi perlindungan siber tetap menjadi satu-satunya jalan menuju keamanan yang lebih baik, mengurangi risiko, menawarkan biaya yang lebih rendah, dan meningkatkan efisiensi.
Dia memerinci, metode Phishing masih menjadi vektor serangan utama, di mana 94 persen malware dikirimkan melalui email menggunakan teknik rekayasa sosial untuk mengelabui pengguna agar membuka lampiran atau tautan berbahaya.
“Phishing telah menduduki posisi pelanggaran tertinggi bahkan sebelum pandemi Covid-19. Pelanggaran ini masih terus berkembang pesat. Pada 2021, Acronis melaporkan 23 persen lebih banyak pemblokiran email phishing,” tuturnya.
Selain itu, Ransomware turut masih menjadi ancaman bagi perusahaan besar dan UKM. Sektor publik, perawatan kesehatan, manufaktur, dan organisasi penting lainnya termasuk dalam target bernilai tinggi.
Acronis memperkirakan kerusakan akibat ransomware akan melebihi US$20 miliar sebelum akhir 2021.