Satelit LEO OneWeb, Pesaing Baru Bisnis Menara dan Satelit Konvensional

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 23 Desember 2021 | 19:59 WIB
Ilustrasi satelit/ Dok. NASA
Ilustrasi satelit/ Dok. NASA
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana komersialisasi satelit orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO) milik OneWeb di Indonesia diperkirakan menjadi tantangan bagi bisnis satelit dan menara pada tahun depan.

Para pemain menara dan satelit harus lebih inovatif. Di sisi lain, keterlibatan pemerintah sebagai regulator juga dibutuhkan.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan satelit LEO memiliki ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan satelit biasa.

“Satelit Satria dan satelit yang sudah ada menjadi ketinggalan zaman secara teknologi,” kata Tesar, Kamis (23/12/2021).

Sekadar informasi, satelit LEO OneWeb diproyeksikan mengorbit pada ketinggian 1.200 kilometer dari permukaan bumi. Sementara satelit konvensional saat ini mengorbit di ketinggian lebih dari 30.000 kilometer di atas permukaan bumi.

Dengan posisi orbit yang lebih rendah, satelit LEO dapat memberikan latensi yang lebih baik dibandingkan dengan satelit konvensional. Satelit LEO milik OneWeb nantinya akan beroperasi dengan kapasitas 20 Gbps.

Diproyeksikan terdapat 18 satelit LEO milik OneWeb yang akan melewati Indonesia. Artinya secara total kapasitas yang diangkut nanti mencapai 360 Gbps atau dua kali lipat dari kapasitas satelit Satria I dan 10 kali lipat dari kapasitas satelit HTS Telkom yang sedang dibangun bekerja sama dengan Thales.

Selain mendisrupsi pasar satelit yang sudah ada, Tesar memprediksi satelit ini akan berdampak pada bisnis operator menara operator seluler, penyedia jasa internet bahkan pemain serat optik. Karena kecepatan internet yang diberikan cukup mumpuni, dengan jangkauan yang sangat luas.

“Dari teknologi satelit LEO yang hebat, harus dipetakan bisnis mana yang akan terdampak,” kata Tesar.

Tesar mengatakan teknologi bagus terkadang belum tentu dibolehkan atau diizinkan, karena dapat mengganggu ekosistem yang sudah ada.

Dalam posisi tersebut, ujar Tesar, pemerintah perlu terlibat sebagai regulator.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper