Bisnis.com, JAKARTA – Aplikasi pemberi cashback untuk belanja online, Shopback menyampaikan alasannya memilih Indonesia sebagai tujuan perusahaan untuk berekspansi.
Co-Founder ShopBack Joel Leong mengungkapkan, dirinya memulai untuk merintis perusahaan Shopback setelah mengikuti program magang internasional di sebuah startup yang baru berkembang di China.
“Lewat pengalaman itu saya belajar kalau ternyata ada model bisnis yang memberikan reward kepada penggunanya atas transaksi yang dilakukan, dan model seperti ini ternyata jalan,” ujarnya dalam wawancara eksklusif bersama Bisnis, Senin (29/11/2021).
Lebih lanjut, dia menceritakan, awal memulai ShopBack pada 2014, Leong terinspirasi dari model bisnis cashback di Amerika Serikat, tetapi dirinya dan Henry Chan melokalisasi ide mereka untuk pasar Asia.
“Di Amerika, Ebates menjalankan model ini dengan sangat baik dan akhirnya diakuisisi Rakuten senilai US$1 miliar. Di Inggris, ada Quidco dan TopCashback, lalu ada Fanli di China yang sekarang sudah menjadi unicorn," paparnya.
"Jadi kami melihat perusahaan-perusahaan ini dan berpikir bahwa model bisnis ini sepertinya efektif di berbagai tempat lain di dunia, tapi belum ada di belahan dunia kita [Asean], maka dengan pemikiran itulah ShopBack dirintis."
Dia melanjutkan, melalui program magang di China tadi dan beberapa pengalaman kerja pertamanya, Joel belajar bagaimana membangun, melokalisasi, dan menjalankan bisnis di kota-kota yang berbeda dengan menggunakan talenta dan tenaga ahli lokal.
“Pengalaman saya menjadi tempaan dan bekal yang bagus ketika kami mencoba mengekspansi ShopBack ke negara-negara lain. Namun, seperti yang kita tahu, pasar lokal Singapura sangat kecil untuk kami bisa mengembangkan bisnis. Terlebih lagi, ada kesempatan besar yang terbuka di Asia Tenggara maupun Asia Pasifik. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah pasar terbesar,” katanya.
Berdasarkan laporan dari Euromonitor memprediksi bahwa Asia Pasifik dan Australasia akan menjadi pusat e-commerce pada 2021 ke atas dengan nilai transaksi lebih dari US$68,5 miliar.
Laporan bertajuk Retail in Transition: Future E-Commerce Opportunities in Asia Pacific and Australasia ini memperkirakan penjualan daring Asia Pasifik dan Australasia akan mengambil porsi lebih dari 45 persen dari pertumbuhan dagang elektronik (e-commerce) global dari 2020 ke 2025.
Dia mengungkapkan, alasan perusahaan berekspansi ke Indonesia pada 2016, sebab mereka meyakini pasar Indonesia akan terus tumbuh secara signifikan, terlebih lagi setelah terjadinya digital shift yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
“Melihat potensi yang besar di Asia Tenggara dan Asia Pasifik, kami merasa keputusan untuk berekspansi ke 9 pasar Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Taiwan, Korea, Vietnam, dan Australia adalah keputusan yang tepat,” katanya.