Bisnis.com, JAKARTA – Penggabungan dua perusahaan telekomunikasi diyakini akan mendorong peningkatan belanja modal yang secara tidak langsung berdampak pada pemain di industri menara telekomunikasi.
Ruang gerak yang lebih bebas akibat penggabungan spektrum frekuensi, membuat operator seluler makin nyaman dalam berinvestasi di jaringan telekomunikasi.
Wakil Direktur PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) Adam Ghifari mengatakan bahwa pada 2015–2016 atau sekitar 2 tahun setelah XL dan Axis merger, investasi kedua perusahaan terhadap menara berkurang.
Meski demikian, pendapatan dari perusahaan menara dari XL-Axis tetap mengalami pertumbuhan.
Adam menuturkan, penurunan jumlah belanja modal terjadi karena operator seluler yang merger melakukan rasionalisasi penggelaran jaringan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, belanja modal tersebut perlahan kembali meningkat.
Kondisi tersebut berbeda ketika Idea merger dengan Vodafone di India. Pendapatan perusahaan menara dari kedua perusahaan menurun, sejalan dengan penurunan belanja modal yang dilakukan oleh Vodafone dan Idea.
“Karena perusahaan menaranya dimiliki oleh operator seluler. Jadi mereka merger, mereka meminta kepada anak usaha mereka di bisnis menara menerima pembayaran lebih turun atau pembatalan,” kata Adam kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Adapun di Indonesia, kata Adam, pendapatan bisnis menara tetap tumbuh ketika XL-Axis merger.
Merujuk pada data Bahana, pada 2014 belanja modal XL-Axis sekitar Rp7 triliun, dan turun menjadi Rp4 triliun di 2025. Kemudian pada rentang 2016–2019, belanja modal terus meningkat dan menjadi sekitar Rp8 triliun pada 2019.
Adapun dari sisi pendapatan perusahaan gabungan keduanya, pada 2014 pendapatan pemain menara sekitar Rp1,8 triliun, tumbuh menjadi Rp3,4 triliun pada 2019.
Sama seperti Tri Indonesia, kata dia, saat itu Axis memiliki spektrum frekuensi yang kecil, sehingga tidak dapat berinvestasi secara besar-besaran. Ketika diakuisisi oleh XL, kedua frekuensi digabung dan laju perusahaan menjadi lebih kencang.
“Skala bisnis, spektrum, dan berkurangnya kompetisi mempengaruhi optimisme perusahaan untuk berinvestasi,” kata Adam.
Dalam merger Indosat dengan Tri Indonesia, Adam berharap, kondisinya tidak jauh berbeda dengan kondisi merger XL-Axis, di mana jumlah investasi di menara meningkat seiring dengan peningkatan skala bisnis, spektrum, dan kompetisi yang makin ramping.
Dia menduga, selama ini Tri Indonesia ragu untuk berinvestasi karena spektrum perusahaan lebih terbatas dibandingkan dengan operator lain. Kondisi tersebut pun akan berbeda ketika Tri mendapat tambahan spektrum.
“Jika spektrum sedikit, maka mereka harus menambah menara lebih banyak. Mereka [Tri] akhirnya memilih untuk merger saja,” kata Adam.